Di Hutan, Harimau Sumatra Tinggal 400 Ekor

"Semakin hari jumlahnya semakin sedikit, karena perambahan hutan itu. Perusahaan semata-mata hanya memikirkan nilai ekonomis, tanpa memikirkan dampak dan akibatnya ke depan" kata Koordinator Kampanye Hutan Greenpeace Rusmadya.

oleh Liputan6 diperbarui 29 Sep 2011, 16:48 WIB

Liputan6.com, Pekanbaru: Hutan tanaman industri memang menghasilkan uang, tapi aktivitas perambahan hutan mereka harganya amat sangat mahal. Harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) masuk dalam harga itu, karena jumlahnya tinggal 400 saja di habitatnya.

"Semakin hari jumlahnya semakin sedikit, karena perambahan hutan itu. Perusahaan semata-mata hanya memikirkan nilai ekonomis, tanpa memikirkan dampak dan akibatnya ke depan" kata Koordinator Kampanye Hutan Greenpeace Rusmadya di Pekanbaru, Riau, Kamis (29/9).

Harimau bali (Panthera tigris balica) dan harimau jawa (Panthera tigris sondaica) telah punah sejak puluhan tahun lalu karena habitatnya sudah dirambah. Harimau bali--harimau terkecil tubuhnya--terakhir yang difoto terjadi pada 1938, itupun dalam keadaan mati. "Jadi kalau tempat tinggalnya setiap hari dihancurkan, mau ke mana lagi," ujar Rusmadya.

Jika terancam dan kekurangan binatang mangsa karena habitat asli rusak atau punah, harimau kelakuannya jadi ekstrim. Mereka masuk perkampungan penduduk dan menyerang manusia. Yang menjadi korban perambahan hutan oleh perusahaan HTI itu adalah masyarakat biasa.

"Akibat ulah perusahaan HTI yang tidak bertanggung jawab yang tidak memikirkan adat dan peraturan, yang menjadi korban masyarakat kita sendiri yang berkonflik dengan harimau," ungkapnya.

Karena itu, kata dia, hendaknya perusahaan hutan tanaman industri secepatnya menghentikan aktivitas perambahan liarnya, karena kalau masih diteruskan sangat buruk akibatnya. "Yang perlu diingat hutan merupakan sosok yang suci dan sakral menurut nenek moyang kita. Jadi jika kita merusak hutan sama halnya kita merusak adat dan kepercayaan nenek moyang kita yang dulu" kata Rusmadya.(ANS/Ant)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya