Liputan6.com, Jakarta - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai ada kejanggalan di balik kasus korupsi yang menjerat dua kadernya, Wali Kota Blitar Samanhudi dan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo. Ia mensinyalir kasus itu bernuansa politis.
"Ada pihak tertentu yang ingin jadi wasit dalam Pilkada. Kemudian menggunakan berbagai upaya, termasuk menggunakan hukum sabagai alat kekuasaan," kata Hasto di Stasiun Senen, Jakarta Pusat, Selasa (12/6/2018).
Advertisement
Menurut Hasto, elektabilitas tinggi Samanhudi di Kota Blitar yang mencapai 92 persen dan Syahri Mulyo di Kabupaten Tulung Agung sebesar 63 persen, membuat lawan politik panik dan menghalalkan segala cara.
Informasi ini diterima Hasto dua hari sebelum kadernya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
"Ada tim kampanye lawan mengatakan akan terjadi kejadian luar biasa. Jadi kami tahu siapa orangnya, yang akan mengubah peta poltik," jelas dia.
Selain tudingan itu, Hasto juga mengkritik langkah penindakan KPK. Hasto meduga, ada permainan dalam tubuh lembaga antirasuah tersebut dalam andil menjegal langkah PDIP.
"Karena di masa lalu itu oknum-oknum KPK tidak terlepas kepentingan politik di luarnya, siapa yang bisa memastikan bahwa tidak ada pesanan terkait hal tersebut? Yang tertangkap tangan ini bukan bupati dan wali kotanya dan bukan dari pejabat pemerintahan," Hasto memungkasi.
Bantahan KPK
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Pimpinan KPK Saut Situmorang membantah tudingan PDIP. Menurut dia pernyataan Hasto bisa dibuktikan melalui jalur praperadilan.
"Jadi banyak instrumen, apakah praperadilan, banding, dan lainnya yang diatur. Jadi debat tentang kerja-kerja KPK itu akan lebih elegan bila di pengadilan dilakukannya," ujar Saut saat dikonfirmasi, Senin 11 Juni 2018.
Diketahui, Syahri Mulyo dan Samanhudi Anwar ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus suap di masing-masing daerahnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini
Advertisement