Berambisi Menumpas Houthi, Arab Saudi Pimpin Serangan ke Pelabuhan Utama Yaman

Arab Saudi memimpin pasukan koalisi, menyerang titik pertahanan kelompok Houthi di Hodeidah, yang merupakan pelabuhan utama di Yaman.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 13 Jun 2018, 18:00 WIB
Seorang pria berjalan melewati puing-puing gedung yang runtuh di kompleks kepresidenan, di Sanaa, Yaman (7/5). Akibat serangan ini sedikitnya enam orang tewas dan sekitar 30 orang terluka. (AP Photo/Hani Mohammed)

Liputan6.com, Sana'a - Pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi, meluncurkan serangan habis-habisan ke Pelabuhan Hodeidah, yang merupakan pelabuhan utama di Yaman.

Serangan itu dilakukan sebagai upaya memperingatkan lembaga-lembaga kemanusian, untuk menghentikan arus bantuan kepada jutaan orang yang terjebak di wilayah kekuasaan pasukan pemberontak Houthi.

Dikutip dari The Guardian pada Rabu (13/6/2018), laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut sekitar 8,4 juta orang di Yaman menghadapi kondisi kelaparan, akibat perang dengan Houthi yang berlangsung lebih dari tiga tahun terakhir.

Sebanyak 80 persen bantuan, termasuk obat-obatan, bahan bakar dan makanan, untuk warga yang kehilangan hak hidup akibat perang, hanya bisa masuk melalui Pelabuhan Hodeidah.

Oleh Arab Saudi dan Iran, pelabuhan tersebut dijadikan alibi untuk menyelundupkan senjata dan menaikkan pajak.

The Guardian melaporkan bahwa pesawat tempur dan kapal perang pasukan koalisi, mulai menggempur hampir seluruh titik pertahanan pasukan Houthi di bagian selatan Yaman, sejak Rabu pagi.

Sebelumnya, PBB bersama dengan dukungan Inggris dan Amerika Serikat (AS), telah berupaya meyakinkan Arab Saudi untuk menunda serangan ke wilayah konflik di selatan Yaman itu.

Imbauan itu ditolak oleh koalisi Arab Saudi yang terdiri dari sebagian besar negara Teluk. Mereka meyakinkan bahwa serangan itu tidak separah yang dibayangkan oleh para lembaga bantuan.

Menyambung imbauan PBB, Komite Internasional Palang Merah mengatakan bahwa serangan itu "kemungkinan akan memperburuk bencana kemanusiaan yang melanda Yaman", di mana kelangkaan air dan listrik telah berlangsung hampir satu tahun lamanya di banyak wilayah di Yaman.

Menteri luar negeri Uni Emirat Arab, Anwar Garhgash, mengatakan bahwa pihak koalisi telah memberi batas waktu tiga hari bagi pasukan Houthi, untuk meninggalkan Pelabuhan Hodeidah sebelum serangan dimulai.

"Serangan mereka terhadap orang-orang Yaman telah berlangsung terlalu lama. Kebodohan mereka mencoba mengambil alih Yaman melalui laras senjata akan segera berakhir," tegas Garhgash.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 


Kegagalan DK PBB

Ilustrasi (iStock)

Sementara itu, Swedia --yang memimpin operasi kemanusian di Yaman-- diperkirakan akan mendesak pertemuan terbuka Dewan Keamanan PBB pada pekan ini.

Upaya beberapa anggota Dewan Keamanan PBB untuk menyetujui pengutukan terhadap serangan koalisi Arab Saudi, diketahui gagal karena adanya oposisi dari Inggris dan AS.

Di Inggris, mantan sekretaris pengembangan internasional dari kubu Konservatif, Andrew Mitchell, menuduh pemerintah Negeri Ratu Elizabeth II terlibat dalam serangan itu.

Mitchell juga menuding Inggris menggunakan posisinya di Dewan Keamanan PBB untuk melindungi Arab Saudi, yang merupakan sekutunya.

"Keputusan telah dibuat oleh Inggris dalam kaitannya dengan Arab Saudi, bahwa alasan keamanan dan komersial mengalahkan yang lainnya. Kami masuk ke wilayah yang sangat sulit. Kami adalah bagian dari koalisi yang mengepung negara ini dan menciptakan kelaparan," ujar Mitchell kecewa.

Di Amerika Serikat, kelompok Senator lintas-partai, termasuk ketua Komite Hubungan Luar Negeri dari kubu Republik, Bob Corker, menulis surat kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo yang menyatakan telah muncul "alarm serius pada serangan itu".

Kaum Houthi merebut Hodeidah pada Oktober 2015, tiga minggu setelah mereka merebut ibukota Sana'a.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya