Liputan6.com, Jakarta Pemudik disarankan untuk mengisi kendaraannya dengan bahan bakar minyak (BBM) selain Premium. Meski berharga murah, namun BBM Premium dinilai memiliki risiko tinggi yang justru berdampak pada pengeluaran yang lebih besar.
Selain karena BBM RON rendah tersebut tidak habis terbakar, juga adanya risiko kerusakan mesin yang perlu mengeluarkan biaya besar.
Advertisement
Demikian dikemukakan pakar otomotif Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Yuswidjajanto Zaenuri. “Premium membuat konsumsi BBM boros. Selain itu, dampak terburuknya bisa mengakibatkan turun mesin yang tentu saja biayanya sangat mahal. Contohnya Avanza, kalau piston yang terkena maka biaya perbaikannya bisa mencapai Rp6-7 juta,” ujar Tri dalam keterangannya, Selasa (12/6/2018).
Itu sebabnya, Tri mengingatkan para pemudik, agar tidak mengisi kendaraannya dengan BBM Premium. BBM jenis ini dinilai sudah tidak lagi cocok bagi kendaraan bermotor saat ini. Apalagi sejak 2003, industri otomotif sudah menerapkan teknologi emisi yang lebih tinggi. Akibatnya, spesifikasi mesin pun meningkat dan hanya diperuntukkan bagi BBM dengan RON 92 ke atas, seperti Pertamax series.
Dalam kondisi demikian, jika pemudik memaksakan memakai Premium maka akan berakibat buruk bagi kendaraannya. “Sebelum kerusakan terjadi, diawali dengan kinerja kendaraan yang rendah, tenaga yang sangat berkurang sehingga tidak kuat ketika menanjak,” dia menuturkan.
Tri menjelaskan, bahwa semua itu karena Premium bisa menyebabkan penyumbatan injektor sehingga suplai BBM tidak optimal. Selain itu, Premium juga tidak bisa terbakar sempurna sehingga memunculkan banyak kerak di dalam ruang bakar. Kerak inilah yang akan meningkatkan kompresi sehingga mesin mengelitik.
“Jika dibiarkan terus menerus tentu bisa merusak mesin. Piston bisa bolong atau stang piston menjadi bengkok,” urai Tri.
Menurut Tri, tidak adanya zat aditif pada Premium juga memperparah munculnya kerak. Kondisi tersebut sangat berbeda dengan BBM dengan RON lebih tinggi, yang sudah ditambahkan zat pembersih tersebut. Itu sebabnya Tri menyarankan, bahwa pemakaian BBM RON 92 ke atas sebaiknya tidak hanya dilakukan ketika mudik.
“Bahkan di luar mudik, untuk perjalanan jarak dekat termasuk dalam kota, pengguna BBM juga harus membiasakan mempergunakan BBM berkualitas,” jelasnya.
Dia menjelaskan, tidak hanya kendaraan keluaran terbaru yang seharusnya mempergunakan BBM oktan tinggi. Kendaraan lama yang diproduksi sebelum 2003, sebaiknya juga mempergunakan BBM dengan oktan tinggi, setidaknya RON 90.
Bahkan jika dilakukan pengaturan waktu pengapian (timing igniton), maka penggunaan BBM RON 92 ke atas pada kendaraan tua tersebut juga akan lebih baik.
Menurut Tri, BBM bisa diibaratkan seperti makanan bagi manusia. Semakin baik BBM yang dikonsumsi kendaraan, tentu mesin semakin sehat. Dan dalam hal ini, Premium ibarat makanan dengan kolesterol tinggi, yang bisa menyebabkan penyumbatan pada mesin dan akhirnya mengakibatkan berbagai penyakit bagi mesin.
Makanya, lanjut dia, agar mesin tetap sehat, sebaiknya konsumen mulai membiasakan memakai BBM RON 92 ke atas.
Pemerintah Ingin 571 SPBU Kembali Jual Premium Secepatnya
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong 571 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jawa, Madura dan Bali (Jamali), secepatnya kembali menjual Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium.
Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar mengatakan, sebagian SPBU di Jamali sudah kembali menjual Premium, setelah diterbitkannya Peraturan Presiden Nomer 43 Tahun 2018, tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan pendistribusian dan harga eceran BBM.
Kementerian ESDM ingin 571 SPBU di Jamali secepatnya kembali menjual Premium. Apalagi setelah Premium di wilayah tersebut berubah status menjadi penugasan, dengan diterbitkannya payung hukum baru tersebut.
"Secepatnya at least, yang Bali sudah selesai," kata Arcandra, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/6/2018).
Untuk menjual Premium kembali membutuhkan waktu sekitar dua minggu. Lantaran pihak SPBU harus melakukan perubahan di SPBU antara lain nozle dan tangki penyimpanan bahan bakar yang diperuntukkan khusus Premium.
"Ada yang menunggu sampai konversinya butuh waktu seminggu dua minggu," ujar dia.
Arcandra mengungkapkan, dari 571 SPBU yang harus menjual Premium di Jamali, tujuh di antaranya berada di Bali. Saat ini tujuh SPBU telah kembali menyalurkan Premium.
Bali terdapat 191 unit SPBU, 135 di antaranya tetap menjual Premium. Dengan ada tujuh SPBU kembali menjual Premium, jumlah SPBU yang menjual Premium menjadi 142 unit.
"Saya dari Bali, di sana ada 7, semuanya sudah jual Premium lagi, dari 191 SPBU di Bali yang eksisting," ujar dia.
Advertisement