Liputan6.com, Sinchuan - Seorang wanita asal Sinchuan, China kaget bulan main saat baru pulang dari perantauan. Ketika tiba di rumah, ia menemukan sebuah dokumen yang menjelaskan bahwa ia sudah meninggal dunia.
Dikutip dari laman South China Morning Post, Kamis (14/6/2018), awalnya wanita yang diketahui bernama Liu Guoqing pulang ke kampung halamannya di Dazhou setelah merantau ke Changsa, China.
Namun, saat pulang ia menemukan ada sebuah sertifikat yang menyatakan bahwa dirinya sudah meninggal dan ada pula dokumen yang menulis bahwa status pernikahannya sudah cerai mati.
Bahkan dokumen itu adalah surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian pada tahun 2015, yang menyatakan bahwa dirinya sudah meninggal.
Baca Juga
Advertisement
Hal yang terlintas dalam pikirannya yaitu sang suami. Ia menduga bahwa pria itu telah sengaja melakukannya agar dapat menikah dengan wanita lain.
Liu Guoqing menikah dengan suaminya Yu Ningguo pada tahun 1995. Dari pernikahan tersebut keduanya dikaruniai tiga orang anak.
Namun Liu dan Yu sudah berpisah sejak tahun 2006, lantaran sang istri harus bekerja di luar kota. Pada tahun 2017, Liu mendapat telepon dari tetangganya.
Sang tetangga menanyakan apakah ia masih hidup atau tidak, sebab di kampung halaman digelar ritual kematiannya.
Yu diketahui sengaja memalsukan kematian sang istri. Kepada pemimpin desa, pria itu menyampaikan surat kematian Liu. Karena sudah lama tidak melihat Liu, ketua desa di Dazhou, China percaya saja pada Yu.
Tak dijelaskan secara pasti lanjutan kisah tersebut, namun yang jelas Liu akan segera mengajukan gugatan cerai sungguhan pada sang suami.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dikira Meninggal 7 Tahun Lalu
Dalam kasus terpisah ada sepasang suami istri di Rusia dibuat terkejut oleh kemunculan buah hatinya. Anak tersebut dinyatakan meninggal dunia karena penyakit 7 tahun sebelumnya. Proses kremasi jasad bahkan disaksikan kedua orangtuanya dari balik kaca.
Lebih mengejutkannya lagi, sang anak kembali ke pangkuan orangtua dengan membawa tagihan layanan panti asuhan.
Dilansir dari Mirror.co.uk edisi Februari 2018, kejadian tersebut terjadi pada penghujung 2017 lalu.
Diceritakan bahwa di suatu siang di awal pertengahan tahun lalu, rumah kedua orang tua itu didatangi oleh seorang petugas pengadilan yang hendak menyampaikan kabar mengenai anaknya yang sudah bestatus mendiang.
Namun, karena beberapa kali kunjungan tidak mendapat respon, petugas pengadilan akhirnya mengajukan laporan hukum via otoritas kependudukan setempat.
Laporan hukum tersebut berisikan tuntutan kepada orangtua untuk membayar tagihan jasa panti asuhan, termasuk wewenang pemblokiran rekening bank apabila mengabaikan tuntutan terkait.
Keesokan harinya, sang ibu mendatangai Kantor Layanan Federal setempat untuk menanyakan mengapa rekening banknya tidak bisa diakses.
Namun, ketika ditunjukkan dokumen kependudukan mengenai anaknya -- serta surat penagihan dari panti asuhan senilai Rp 57 juta -- ibu itu pingsan, tulis surat kabar The Sun.
Saat terungkapnya fakta terkait, sang anak diketahui tengah berada dalam pengawasan otoritas pengadilan setempat.
Pasca-mengetahui fakta tentang anaknya, menurut sebuah sumber, sang ibu disebut marah karena menganggap telah dibohongi tentang kematian anak pertamanya itu.
Sang ibu akhirnya mengajukan tuntuan balik, bukan hanya kepada panti asuhan terkait, namun juga ke pihak rumah sakit yang mengurus kelahiran pada 2011 lalu.
Serangkaian proses peradilan akhirnya berhasil membuat kedua orang tersebut mendapatkan kembali anaknya secara legal, dan juga terbebas oleh tagihan dari panti asuhan.
Sejak Januari 2017, orangtua dan anak yang terpisah selama tujuh tahun, telah tinggal bersama dalam satu atap.
Advertisement