Liputan6.com, Tel Aviv - Lembaga pemerhati HAM, Human Rights Watch, menuding aksi kekerasan yang dilakukan militer Israel terhadap demonstran Palestina di Jalur Gaza, adalah kejahatan perang.
Sedikitnya 120 orang Palestina tewas, dan lebih dari 3.800 orang terluka oleh tembakan Israel di sepanjang perbatasan, sejak protes yang terjadi hampir setiap minggu sejak 30 Maret.
Dikutip dari Independent.co.uk pada Kamis (14/6/2018), para demonstran Palestina menyerukan "hak untuk kembali" ke tanah leluhur mereka, yang sekarang berada di bawah kekuasaan Israel.
Baca Juga
Advertisement
Human Rights Watch mengatakan mayoritas korban tewas dan terluka tidak bersenjata, dan tidak menimbulkan ancaman langsung terhadap pasukan atau warga sipil Israel.
Dengan demikian, kelompok tersebut berpendapat bahwa penggunaan senjata api menunjukkan pelanggaran hukum internasional.
Pernyataan itu dikeluarkan sebelum pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk memilih resolusi yang mengutuk "penggunaan kekuatan yang berlebihan" oleh Israel.
Awal bulan ini, resolusi Dewan Keamanan serupa diveto oleh Amerika Serikat. Duta besar negara itu untuk PBB Nikki Haley, mengatakan tuntutan tersebut "pada dasarnya tidak seimbang".
Human Rights Watch mengatakan, saksi mata melaporkan melihat beberapa demonstran Palestina ditembak dari jarak jauh oleh pasukan Israel, yang bersiaga di pagar perbatasan.
Adapun, demonstran lain yang "tidak melempar batu atau mencoba membahayakan tentara Israel", kerap ditembak dari jarak dekat.
Simak video pilihan beirkut:
Tiga Konflik Kekerasan
Sementara itu, Israel telah dituduh melakukan kejahatan perang di tiga konflik besar yang terjadi di Jalur Gaza, selama sekitar satu dekade terakhir.
Bulan lalu, Palestina mendesak Pengadilan Pidana Internasional (ICC) di Den Haag untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan dan tindakan Israel di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza.
Desakan itu juga turut menuduh Israel telah melakukan kejahatan sistemik.
Di sisi lain, Israel menyebut langkah Palestina itu "tidak sah secara hukum", meski Negeri Zionis itu sejatinya bukan anggota ICC dan kerap menuding lembaga peradilan itu tidak memiliki yurisdiksi.
Tanpa mengindahkan kecaman Israel, ICC telah melakukan penyelidikan awal terhadap kekerasan terhadap rakyat Palestina, termasuk memasukkan ke dalam daftar hitam pembangunan pemukiman di Tepi Barat, dan pengajuan bukti kejahatan perang dalam Perang Israel-Hamas pada 2014 lalu.
Senada dengan yang dilakukan oleh ICC, Direktur Human Rights Watch untuk wilayah Timur Tengah, Sarah Leah Whitson, menyerukan kepada masyarakat internasional untuk "segera menghentikan pengabaian mencolok seperti itu bagi kehidupan Palestina".
"Penyelidikan Dewan HAM PBB harus mengidentifikasi dan menyerukan sanksi terhadap pejabat, yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia serius yang sedang berlangsung (di Palestina)," kata Sarah Leah Whitson.
Advertisement