Jakarta - Atlet peraih hattrick medali emas SEA Games dari atletik nomor jalan cepat, Hendro Yap, akan merasakan atmosfer Asian Games untuk pertama kalinya pada Agustus 2018. Bagi Hendro, Asian Games 2018 bakal menjadi momen spesial.
Menengok jauh ke belakang, menjadi atlet sebenarnya bukan cita-cita Hendro Yap. Baginya, menjadi olahragawan merupakan solusi atas ambisinya untuk melanjutkan pendidikan di tengah himpitan kondisi ekonomi yang kurang mendukung.
Baca Juga
Advertisement
Ternyata, sekali merengkuh dayung, Hedro Yap berhasil melampaui dua pulau sekaligus. Selain pendidikan jalan terus, prestasi Hendro di olahraga juga bersinar.
Bahkan, Hendro sudah meraih gelar master untuk bidang Sport Management yang diraihnya melalui pendidikan di Spanyol. Gelar tersebut menjadi bukti konkret bahwa pendidikan selalu jadi prioritas bagi Hendro.
Beasiswa sekolah melalui jalur atlet membawanya menjadi Garuda yang terbang tinggi mewakili Indonesia di pentas internasional. Berbagai gelar telah direngkuhnya. Setelah meraih medali perak pada SEA Games 2011 di Indonesia, Hendro Yap kemudian mendulang medali emas pada tiga SEA Games berikutnya, yaitu pada 2013 (Myanmar), 2015 (Singapura), dan 2017 (Malaysia).
Bahkan, pada SEA Games terakhir, Hendro Yap tak hanya meraih medali emas, tapi juga memecahkan rekor. Hendro Yap mematahkan rekor SEA Games untuk nomor jalan cepat 20.000 meter dengan catatan 1 jam 32 menit, 11,32 detik. Ia memecahkan rekor yang bertahan selama 20 tahun milik atlet Malaysia, Harbans Singh Narinde, yang menorehkan catatan 1 jam 33 menit 47 detik pada SEA Games 1997.
Setelah gagal berangkat di Asian Games 2014 yang digelar di Incheon, Korea Selatan, Hendro Yap akan beraksi untuk pertama kalinya di Asian Games 2018 pada Agustus 2018. Dia punya tekad besar ingin diakui dan memiliki mimpi besar berkontribusi bagi Indonesia melalui jalan cepat yang juga telah mengubah kehidupannya.
Sumber: Bola.com
Jadi Atlet Demi Sekolah
Bagaimana cerita awal Anda bisa menjadi atlet jalan cepat?
Sebenarnya bukan tidak terpikirkan menjadi atlet, tapi memang tidak pernah saya bayangkan. Ketika masih kecil, saya belum tahu mau menjadi apa. Setiap anak itu pasti pernah bercita-cita menjadi anggota TNI, pelaut, atau dokter. Namun, saya tidak punya cita-cita karena saya berasal dari keluarga yang tidak mampu.
Makan satu kali sehari saja sudah saya syukuri, jadi cita-cita itu memang tidak pernah terbayangkan. Saya hanya berpikir jangan sampai saya berhenti sekolah. Dari pemikiran itu saya bisa seperti ini. Motivasi saya awalnya hanya agar bisa bersekolah karena saya hanya berpikir kalau saya sampai putus sekolah, artinya saya gagal dan keluarga saya juga gagal.
Jadi menjadi atlet itu adalah cara untuk melanjutkan sekolah?
Betul sekali. Waktu itu saya dapat saran dari guru olahraga saya sewaktu SMP, namanya Pak Anang Suryana. Saya bercerita kepada beliau kalau saya tidak bisa meneruskan sekolah ke SMA karena orang tua saya tidak punya biaya. Ia yang mengusulkan saya untuk mencari beasiswa melalui olahraga.
Saya diminta ikut seleksi PPLP pada 2004. Selama 3 pekan saya berlatih dan ikut dalam tiga seleksi. Saya berhasil berada di peringkat ketiga se-Jawa Barat. Akhirnya waktu itu langsung dilirik untuk masuk ke PPLP Jawa Barat.
Apa alasan Anda memilih jalan cepat?
Saat itu saya tidak punya talenta di olahraga lain, seperti basket, sepak bola, futsal, atau voli. Saya pernah mengikuti semua olahraga itu dan guru olahraga saya bosan melihat saya mengikuti ekstrakurikuler itu karena saya tidak punya potensi. Jadi ia mengusulkan saya untuk mencoba jalan cepat.
Anda mengidap asma, apakah itu menjadi kendala atau pertimbangan khusus ketika memutuskan menjadi atlet?
Pasti. Namun, itu juga yang menjadi motivasi saya untuk bersaing dengan orang-orang lain yang sehat. Selain asma, saya juga memiliki sedikit masalah, yaitu salah satu kaki saya lebih panjang, tapi berangkat dari itu semua saya ingin bersaing dengan mereka yang tidak punya masalah seperti saya.
Siapa menurut Anda yang paling berjasa membuat Anda sampai di titik saat ini?
Ada beberapa orang. Pertama, Bapak Anang Suryana yang tadi saya katakan memberikan saran kepada saya untuk mencari beasiswa. Lalu ada Bapak M. Soleh yang membawa saya mengikuti seleksi PPLP. Saat itu saya dan beliau sampai tidur di Stadion Padjadjaran karena kami tidak punya uang untuk menyewa hotel. Kami ke sana menggunakan uang beliau. Kemudian ada juga Bapak Dede Romana yang membawa saya ke tingkat nasional.
Advertisement
Prestasi untuk Indonesia di Level Internasional
Bicara soal prestasi untuk Indonesia, Anda sudah tiga kali meraih medali emas SEA Games. Apa kunci konsistensi Anda?
Kuncinya adalah saya tidak pernah mau kembali ke titik nol. Saya memiliki trauma ketika saya kembali ke titik nol, semua hal negatif datang kepada saya, terutama diskriminasi etnis. Oleh karena itu saya selalu berusaha meningkatkan prestasi saya setelah saya berhasil mencapai titik tertentu.
Banyak orang bilang lebih sulit mempertahankan prestasi ketimbang meraihnya. Anda pernah merasakan hal yang sama?
Bagi saya tidak ada yang namanya mempertahankan. Yang ada adalah meningkatkan prestasi. Jadi bohong bagi saya ada istilah seperti itu. Selama ini saya tidak pernah mempertahankan sesuatu, tapi saya selalu berusaha untuk meningkatkan apa yang sudah pernah saya dapat.
Jika orang menganggap saya berhasil mempertahankan medali emas SEA Games, saya katakan itu bukan mempertahankan prestasi, tapi hasil dari upaya saya meningkatkan prestasi.
Ketika pertama kali tampil di level internasional pada SEA Games 2011, Anda meraih medali perak dalam kondisi tidak fit. Setelah itu Anda berhasil bangkit dengan meraih tiga emas pada tiga SEA Games selanjutnya. Jika mengingat debut di SEA Games itu, apa yang Anda rasakan?
Jujur bukannya saya mau sombong, selain saat itu saya tidak fit karena sakit, ada faktor lain yang membuat saya gagal meraih medali emas pada 2011. Waktu itu saya mencoba mengejar atlet Malaysia yang berada di posisi terdepan, tapi saya butuh air di KM ke-16. Namun, saat itu tidak ada orang di pos Indonesia karena pelatih saya harus mengurus rekan saya yang pingsan.
Ketika itu saya sedang butuh air dan atlet Malaysia mendapatkan itu untuk menyegarkan diri. Jadi akhirnya saya sudah kesulitan untuk mengejar meski di KM ke-19 saya sebenarnya sudah hampir mengejarnya.
Perdana di Asian Games dan Mimpi yang Ingin Diraih
Anda punya kesempatan tampil di Asian Games 2014, tapi akhirnya Anda tidak berangkat. Apa sebenarnya yang terjadi?
Pada 2014 saya tidak berangkat karena masalah dengan PB PASI. Saat itu saya dianggap indisipliner karena mau berangkat latihan ke Korea dengan uang pribadi. Saya tidak diizinkan saat itu, tapi saya tetap berangkat. Akhirnya saya dicoret dari tim untuk Asian Games di Incheon.
Jadi Asian Games 2018 ini akan menjadi yang perdana. Namun, ada cerita Anda juga sempat mengatakan belum tentu mengikuti Asian Games 2018. Ada apa sebenarnya?
Saat itu Satlak Prima baru dibubarkan, kami benar-benar belum tahu siapa saja atlet yang dipanggil oleh PB PASI. Waktu SEA Games 2017 saja saya sempat tidak tahu apakah akan berangkat atau tidak karena selama persiapan dari Oktober 2016 hingga April 2017 uang makan saya belum dibayarkan hingga saat ini. Itu yang menjadi penyebab saya mengatakan belum tentu mengikuti Asian Games 2018.
Namun, sekarang SK untuk saya mengikuti Asian Games 2018 sudah ada. Asian Games ini akan menjadi yang pertama untuk saya.
Sebagai atlet yang berawal dari nol, Anda pasti punya mimpi hingga akhirnya sampai di titik ini. Apa mimpi yang Anda rasa sudah dicapai dan apa mimpi yang masih Anda kejar?
Mimpi saya sebelum menjadi atlet hanya satu, saya tidak ingin didiskriminasi, saya tidak ingin dipandang rendah oleh orang lain, dan saya ingin diakui. Melalui prestasi, saya sudah berhasil mewujudkannya.
Mimpi terbesar saya saat ini adalah untuk tampil di Olimpiade. Saya tidak ingin berandai-andai saya akan menjuarai Olimpiade atau Asian Games, tapi saya hanya ingin menargetkan waktu. Semoga di target waktu yang saya tetapkan, saya bisa memberikan kontribusi medali di event tersebut untuk Indonesia.
Advertisement