Donald Trump Tutup Mata Soal Pelanggaran HAM Rezim Kim Jong-un?

Dalam sebuah wawancara terbaru, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menutup mata tentang fakta pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rezim Kim Jong-un di Korea Utara.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 15 Jun 2018, 17:29 WIB
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyambut antusias penunjukkan negaranya sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026 bersama dengan Kanada dan Meksiko. (AFP/Nicholas Kamm)

Liputan6.com, Washington DC - Menanggapi kekhawatiran bahwa pertemuan bersejarah dengan Kim Jong-un mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Korea Utara, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump justru menutup mata.

Dalam wawancara oleh Brett Baier dari stasiun televisi Fox News, Presiden Trump memberi jawaban yang terkesan mengabaikan kejahatan HAM di bawah rezim Kim Jong-un.

"Ya, tapi begitu banyak orang lain telah melakukan beberapa hal yang sangat buruk," kata Trump, sebagaimana dikutip dari Time.com pada Jumat (15/6/2018).

"Maksud saya, selama ini saya bisa melalui banyak negara di mana banyak hal buruk terjadi," tambahnya.

Donald Trump kemudian melanjutkan wawancara dengan memuji Kim Jong-un sebagai "pria tangguh", yang mengambil alih kendali negaranya di usia muda.

"Saya tidak peduli siapa Anda, apa adanya, apa keuntungan yang Anda miliki," kata Trump. "Jika Anda dapat melakukannya pada usia 27 tahun, Anda, maksud saya, itu adalah satu-dalam-10.000 (kemungkinan) untuk mendapatkannya."

Sepanjang wawancara, Trump memanggil Kim Jong-un --yang sebelumnya ia sebut "Little Rocket Man"-- sebagai sosok pintar dan negosiator hebat.

Sebelumnya, sesaat setelah pertemuan dengan Kim Jong-un selesai digelar di Singapura, Donald Trump menyebut pemimpin Korea Utara itu sebagai "pria berbakat yang mencintai negaranya".

Pelukan dan pujian yang hangat Trump ke Kim memicu pro dan kontra di kalangan pengamat politik global. Terlebih, Presiden AS ke-45 itu tengah menghadapi ketegangan dengan beberapa negara, seperti kesepakatan nuklir Iran dan penyesuaian tarif dagang China.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 


Tidak Menimbulkan Ancaman Nuklir

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un berdialog dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in saat menggelar pertemuan di Panmunjom Korea Utara (26/5). (South Korea Presidential Blue House/Yonhap via AP)

Sementara itu, Human Rights Watch menyebut Korea Utara sebagai "salah satu negara otoriter yang paling represif di dunia".

Menurut Komisi Penyelidik Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 2014, antara 80.000 hingga 120.000 tahanan politik diyakini mendekam di penjara Korea Utara.

Laporan itu juga menuduh rezim Kim Jong-un melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk pemusnahan, pembunuhan, perbudakan, penyiksaan, pemerkosaan, kekerasan seksual, penghilangan paksa, dan secara sadar menyebabkan kelaparan berkepanjangan.

Selama berlangsung KTT di Singapura pada Selasa, 12 Juni 2018, Presiden Trump hanya "secara singkat" menyinggung masalah hak asasi manusia.

Sekembalinya ke Washington, Presiden Donald Trump berkicau di Twitter, menyebut rezim Kim Jong-un tidak lagi menimbulkan ancaman nuklir.

Pernyataan itu berkebalikan dengan apa yang diyakini oleh banyak analis, bahwa Pyongyang memiliki selusin gudang hulu ledak nuklir, yang belum benar-benar dihancurkan, dan dapat membahayakan keamanan operasional militer AS.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya