Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan belum dapat memastikan nilai akuisisi PT Pertamina Gas (Pertagas) oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) terkait integrasi kedua perusahaan itu.
Sempat beredar kabar nilai akuisisi PT Pertamina Gas (Pertagas) oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) berkisar di angka USD 2,5 miliar, atau sekitar Rp 35 triliun.
Deputi Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan, besaran nilai akuisisi Pertagas ke PGN itu akan disampaikan oleh kedua belah pihak.
Baca Juga
Advertisement
"Nanti PGN dan Pertagas yang ngumumin, sebelum (29) Juni sudah bisa kita umumkan," ujar dia di Jakarta, seperti dikutip Sabtu (16/6/2018).
Dia menyebutkan, integrasi antara PGN-Pertagas untuk sementara waktu ini akan memakai skema akuisisi, dengan pendanaan dari pihak PGN yang secara nominal masih belum dapat dipublikasikan.
Lebih lanjut, Fajar pun turut menanggapi terkait keluhan serikat kerja Pertagas yang masih mempertanyakan soal skema akuisisi tersebut. Menurut dia, hal itu memang sudah menjadi satu paket dengan pembentukan holding BUMN Migas.
"Jadi tujuan holding migas itu memang menggabungkan kekuatannya Pertagas dengan PGN. Jadi bukan sendiri-sendiri. Makanya secara operasional mereka sudah banyak yang jadi satu," ujar dia.
Kata Kementerian BUMN soal Nilai Akuisisi Pertagas oleh PGN
Sebelumnya, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertamina Gas (Pertagas) akan berintegrasi sebagai bentuk tindak lanjut dari pembentukan Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Migas.
Deputi bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno menuturkan, pembentukan holding migas sudah selesai dengan masuknya PGN ke Pertamina. Meski demikian dia menyebut masih ada beberapa proses akuisisi yang akan kembali dilakukan.
"Holding migas itu sudah selesai dengan masuknya PGN ke Pertamina sekarang itu dalam proses integrasi Pertagas ke PGN," ujar dia di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin 4 Juni 2018.
Sementara itu, terkait dengan berapa dana yang akan dikeluarkan untuk proses integrasi kedua BUMN tersebut, Fajar mengaku masih belum mengetahui. Sebab menurut dia, PGN yang lebih berhak mengetahui jumlah besaran pendanaan tersebut.
"(Berapa besarannya pak?) Adalah, nanti di PGN yang akan. Belum, belum bisa," ujar dia.
Meski demikian, Fajar mengatakan besaran untuk integrasi kedua persuahaan tersebut tidak lebih dari USD 2,5 miliar. Oleh karena itu, menurut Fajar tidak perlu kembali menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
"Enggak perlu (RUPSLB) karena jumlahnya mungkin enggak sampai segitu. Transaksinya enggak sampai dengan USD 2,5 miliar dolar. Makanya kalau dia di atas Rp 2,5 miliar dolar dia harus ke RUPSLB," tutur Fajar.
Sebelumnya, langkah pemerintah membentuk Holding BUMN Migas dengan menjadikan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai Subholding gas dinilai sebagai langkah tepat.
Penggabungan antara PGN dan Pertagas merupakan langkah yang baik dan tepat. Apalagi, PGN menjadi subholding gas, akan berdampak pada kelancaran pasokan gas," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Dito Ganinduto.
Dito menuturkan, PGN mempunyai infrastruktur yang lebih lengkap untuk menyalurkan gas ke pelanggan, sedangkan Pertagas bisa melengkapi distribusi gas yang selama ini belum disentuh PGN.
"Dua perusahaan ini harus saling melengkapi dan memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Dengan pembentukan 'holding' migas, diharapkan bisa memangkas 'trader' (pedagang) gas yang tidak memiliki pipa," kata Dito.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement