Cerita Petugas Rutan 22 Tahun Tak Pernah Sungkeman dengan Orangtua Saat Lebaran

Kepala Rutan Pekanbaru menegaskan semakin lebaran, petugas justru semakin sibuk.

Oleh JawaPos.com diperbarui 16 Jun 2018, 15:00 WIB
Kepala Rutan Sialang Bungkuk Klas IIB Pekanbaru, Riau, Azhar. (Virda Elisya/JawaPos.com)

Pekanbaru - Selama 22 tahun menjadi seorang abdi negara di Kementerian Hukum dan HAM bagian pemasyarakatan, Azhar tak pernah lagi merasakan bagaimana nikmatnya suasana berkumpul dengan keluarga saat lebaran Idul Fitri.

Mau tidak mau, pria yang kini menjabat sebagai Kepala Rutan Sialang Bungkuk Klas IIB Pekanbaru, Riau, itu harus berlebaran di dalam penjara bersama dengan warga binaan. Ia meninggalkan keluarganya demi menjalankan tugas yang diembannya.

"Kami tidak dapat menikmati seperti kawan-kawan yang lainnya. Kami stand by memberikan pelayanan kepada warga kantor, pukul 5 pagi kita buka pintu sel mereka dan yang muslim diarahkan salat Idul Fitri," ujar Azhar pada Rabu, 13 Juni 2018.

Azhar menyebut, saat dia menjadi pegawai negeri sipil di Kemenkumham, otomatis ia pun dikontrak seumur hidup untuk bekerja di Lapas maupun Rutan. Konsekuensi itu pula yang selalu ditekankannya kepada para pegawai baru.

"Tidak ada yang namanya libur, tidak ada yang namanya baju lebaran, baju kita adalah baju seragam. Justru makin lebaran, kita makin nggak libur," katanya.

Tentunya, banyak hal yang dirindukan Azhar pada saat momen lebaran tiba. Meskipun kampung halamannya masih berada di wilayah Provinsi Riau yaitu Bagansiapi-api, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), dirinya tak bisa kembali ke sana.

"Udah 22 tahun tidak kembali ke kampung dan mungkin sampai pensiun. Sedih lah, 22 tahun tidak salaman dengan orangtua," tuturnya.

Kesedihan Azhar semakin memuncak saat mengetahui ibunya saat ini semakin menua. "Orangtua saya sudah uzur, umurnya 80 tahun. Makanya beberapa hari lalu, saya sempatkan menjenguk orangtua walaupun hanya sebentar. Jujur saya risau," ungkapnya.

Selama puluhan tahun bertugas, Azhar memang mendapatkan cuti dari tugasnya. Akan tetapi, cuti itu selalu hangus lantaran dirinya mementingkan kewajibannya. Apalagi setelah menjadi pimpinan di rutan, pikirannya hanya terfokus agar Rutan tetap kondusif.

"Ketika kita dapat libur, anak kita udah masuk sekolah. Artinya, kita nggak dapat libur juga. Dari 22 tahun kerja, hanya satu atau dua kali aja ambil cuti," jelasnya.

"Setelah itu hangus aja cutinya, apalagi setelah jadi pimpinan di Rutan ini. Pikiran kita nggak konsentrasi lagi, bagaimana supaya nggak ada yang lari, nggak ada yang nyelip, bagaimana makanan tersedia dengan cukup, bagaimana kita berikan layanan kepada keluarga warga binaan," katanya lagi.

Azhar mengenang, selama 22 tahun itu, selain tak pernah sungkeman dengan orangtuanya lagi, adalah ia tak pernah lagi berkumpul dengan keluarga dan sanak tetangga. Ia juga tak lagi bisa naik becak keliling kampung maupun memandang lampu colok.

"Sanak tetangga mereka datang semua ke rumah kita. Istilah kampung kami nyembah. Semuanya datang sebelum orang salat sekitar pukul 05.00 WIB. Sejak jadi pegawai, saya tidak tahu lagi bagaimana suasananya," ujarnya.

Di saat lebaran itu, orangtua Azhar akan menyediakan sajian wajib yang hanya ada saat lebaran yaitu dodol, wajik, dan ketupat. "Padahal buatnya lama, tapi tetap buat, ada juga lontong, itu setiap hari lebaran... Ya itu kangen tapi kita lebih mentingkan tugas," ujarnya.

Baca berita menarik JawaPos.com lainnya di sini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya