Liputan6.com, Banyumas - Ratusan umat Islam Aboge atau Alif Rebo Wage di Desa Kracak, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah baru menjalakan Salat Id dan merayakan Idul Fitri 1439 Hijriyah pada Sabtu, 16 Juni 2018.
Sesuai almanak yang dipakai penganut Islam Aboge, puasa atau Ramadan tahun ini tepat 30 hari. Sebab itu, lebaran atau Riaya Idul Fitri 1439 Hijriyah, tiba selang sehari setelah ketetapan pemerintah.
Sejak pukul 05.30 WIB, umat Islam Aboge mulai berdatangan ke Masjid Al Iklas. Kaum pria berada di dalam masjid. Adapun perempuan, mengambil shaf di halaman masjid.
Baca Juga
Advertisement
Sesepuh Islam Aboge di Desa Kracak, Sudiworo Jaman menerangkan, secara umum, tak ada yang berbeda dari ritual Salat Id antara Islam Aboge dengan umat muslim lainnya. Yang berbeda hanyalah kalender atau sistem penanggalannya.
"Puasanya 30 hari. Hari ini hari ke-31 atau 1 Syawal. Lebarannya hari ini," katanya, usai menjalankan ibadah Salah Id.
Seperti dilakukan oleh umat muslim pada umumnya, mula-mula ratusan jemaah Salat Id beriktikaf atau berdiam diri di masjid sembari berdoa, dan menunggu Salat Id dan Khotbah Id.
Kemudian, usai salat, mereka mulai berbaris melingkar. Lantaran banyaknya jemaah, barisan barisan penganut Islam Aboge mengular hingga ke halaman dan jalan depan masjid.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Ritual Salat Id Islam Aboge
Dipimpin oleh imam, khatib, tokoh desa dan tetua Islam Aboge, mereka mulai saling bersalam-salaman saling memaafkan, sembari melantunkan puja-puji dan salawat. Sementara, suara beduk mengiringi puji-pujian itu.
Seusai bersalam-salaman, mereka tak lantas bubar. Kaum lelaki membuka bekal masing-masing untuk dinikmati bersama-sama di masjid.
Adapun anak-anak dan remaja sibuk dengan dunianya. Mereka menyalakan kembang api dan mercon yang bikin suasana lebaran Islam Aboge di Kracak semakin meriah.
Pelaksanaan Salat Id dan lebaran antara Islam mainstream atau umum dan penganut Islam Aboge nyaris tak ada beda. Seperti disebut di muka, yang membedakan adalah sistem kalendernya.
Namun, kalender sistem Aboge itu seolah menegasi antara Islam Aboge dan Islam pada umumnya. Padahal, dalam pelaksanaan syariat sama. Soal khilafiyah atau sedikit perbedaan dalam ritualnya, bagi kaum moderat, itu adalah hal lumrah.
Soal salah kaprah penyebutan Islam Aboge ini dijelaskan oleh Imam Masjid Saka Tunggal Baitussalam, Cikakak Kecamatan Wangon, Banyumas. Masjid ini dibangun di tengah komunitas masyarakat adat kejawen dan yang masih melestarikan budayanya.
Mereka pun memiliki penanggalan sendiri, Alir Rebo Wage atau Aboge. Sebab itu, kerap salah kaprah disebut sebagai Islam Aboge.
"Kalau yang benar itu, disebut Islam yang menggunakan kalender Aboge," Sulam menjelaskan, dalam kesempatan terpisah.
Rumah ibadah umat Muslim ini dinamai Masjid Saka Tunggal lantaran saka guru atau pilarnya yang hanya satu buah. Mafhumnya, saka guru berjumlah empat. Tiang utama yang tunggal adalah simbol Tuhan yang Esa.
Advertisement
Perhitungan Kalender Aboge Idul Fitri 1439 H
Secara rinci, Juru Bicara Tetua Adat Komunitas Banokeling, Sumitro menerangkan dalam kalender Alif Rebo Wage (Aboge), tahun 2018 ini adalah tahun Dal. Rumus perhitungan tahun Dal adalah Daltugi.
Karenanya, tahun baru 1 Sura akan tiba pada Sabtu pasaran Manis. Dari perhitungan Sabtu pasaran Manis itu lah perhitungan untuk bulan-bulan lainnya didasarkan.
"Lebaran hari Sabtu pahing. Tahun ini tahun Dal, itu caranya Daltugi. Dal Sabtu Manis, tanggalnya 1 bulan Sura, dulunya. Nah, cara rumusnya itu, Sabtu manisnya itu ya untuk mengawali, tanggal Sasi Sura," dia menjelaskan, Rabu, 13 Juni 2018.
Meski faktanya selang sehari, menurut Sumitro, pada 2018 ini Hari Raya Idul Fitri antara Komunitas Aboge dengan pemerintah tiba di hari yang sama. Hanya saja, pemerintah menghitung dengan patokan munculnya rembulan.
Adapun komunitas Islam Kejawen dengan cara menghitung berdasar hari. "Rumusnya, Rajiji, Parluji, Lupatma, seperti itu. Itu rumus menghitungnya kalau ingin menghitung," dia menerangkan.
Tak berbeda dengan umat muslim pada umumnya, Komunitas Banokeling pun bakal menjalani ritual silaturahmi khas Idul Fitri. Bedanya, Anak Putu Banokeling kemudian melanjutkan dengan ritual yang masih sesuai pakem adat yang diturunkan dari leluhurnya.