Liputan6.com, Pontianak Meriam karbit bukan mainan biasa. Meski ada ledakan serupa meriam sungguhan, tetapi ia tak berbahaya. Bahkan, di Pontianak Kalimantan Barat, meriam karbit menjadi hal wajib saat menyambut Idul Fitri.
Lahirnya meriam karbit konon bersitaut dengan upaya Sultan Syarif Abdurachman Alkadri saat membangun wilayah kesultanannya. Kala itu, tradisi membunyikan meriam karbit digunakan untuk menakut-nakuti para perompak dan binatang buas yang bersembunyi di hutan belantara.
"Ada juga legenda yang diyakini masyarakat, bahwa bunyi meriam sangat ditakuti kuntilanak," kata salah satu warga.
Baca Juga
Advertisement
Legenda itu hidup dan dipercaya secara turun-temurun. Saat itu kuntilanak dituduh menghambat proses pembangunan Masjid Jami’ beserta Istana Kadriah. Salah satu solusi untuk mengusirnya adalah dengan menggunakan meriam karbit.
Suara keras menggelegar, tetapi tak mematikan manusia tentu menjadi pertimbangan tersendiri. Sejak saat itulah, setiap lebaran masyarakat Pontianak menyambutnya dengan sukacita.
Meriam karbit dibuat dari sebatang pohon kayu. Panjangnya bervariasi, antara 4-7 meter. Diameternya juga bervariasi. Rata-rata 40-100 sentimeter. Berbahan bakar karbit dan bisa dibunyikan saat titik didih maksimal.
Cara membunyikan meriam karbit itu juga sederhana, cukup disulut di lubang kecil di bagian belakang. Hasilnya suara dentuman menggelegar yang bisa didengar hingga radius 2-10 kilometer.
Simak video menarik terkait berita di bawah:
Dilembagakan Dalam Festival
Idul Fitri 2018, Pontianak menggelar festival meriam karbit. Dipusatkan di tepian Sungai Kapuas, dan dihadiri sejumlah pejabat karena merupakan agenda resmi pemerintahan. Tampak Pjs Gubernur Kalbar Doddy Riyadmadji, Kapolda Kalbar Irjen Polisi Didi Haryono, Pjs Wali Kota Pontianak Mahmudah, Sultan Pontianak Syarif Machmud Melvin Alkadrie.
Melibatkan 295 meriam karbit berbagai ukuran yang dijajar di pinggiran sungai Kapuas. Ini adalah festival rutin yang digelar setiap tahun. Bukan hanya warga Pontianak, wisatawan juga tertarik dengan permainan tradisional khas Kota Pontianak ini.
Khairul, warga asal Semarang, Jawa Tengah mengaku datang ke Pontianak untuk menyaksikan meriam karbit di pinggiran sungai Kapuas. Sudah seminggu ini, dia hilir mudik datang ke bantaran pinggiran sungai Kapuas.
"Saya tahu dari medsos. Ada festival meriam karbit. Penasaran, makanya saya kesini langsung," katanya.
Tak hanya saat festival, Khairul mengaku mengikuti proses sejak pembuatan hingga meriam karbit itu diangkut ke tepi sungai.
"Ini menarik.Tak ada di tempat lain," katanya.
Pjs Wali Kota Pontianak, Mahmudah, menuturkan Festival Meriam Karbit dikemas semakin baik. Menurutnya, Festival meriam kabit bisa menjadi wadah nilai-nilai budaya lokal. Selain itu juga bisa menjadi daya tarik wisatawan ke Kota Pontianak.
"Diharapkan menghasilkan multiplier effect yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat," kata Mahmudah.
Permainan meriam karbit asli Kota Pontianak ini, pada tahun 2016 lalu telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda di tingkat nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ketua Forum Komunikasi Tradisi Meriam Karbit Seni dan Budaya Pontianak, Fajriudin Anshary menuturkan, meriam karbit itu dijajar di pinggir sungai Kapuas dan ada di di 49 titik. Dibagi menjadi dua sisi, yakni di sepanjang pinggir Sungai Kapuas wilayah Pontianak Timur sebanyak 181 meriam dan tepian wilayah Pontianak Selatan-Tenggara 114 meriam.
"Nilai kebudayaan peninggalan Kesultanan Pontianak ini harus terus dikembangkan, dipelihara, dan dilestarikan," kata Fajriudin.
Advertisement