Tiga Sektor Industri Raih Berkah Libur Panjang Lebaran

Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, mengakui libur panjang selama Idul Fitri akan berdampak pada menurunnya produktivitas sejumlah sektor industri.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jun 2018, 20:00 WIB
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat menjadi pembicara dalam acara Inspirato di SCTV Tower, Jakarta, Selasa (15/5). (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengakui libur panjang selama Idul Fitri akan berdampak pada menurunnya produktivitas sejumlah sektor industri.

"Kemarin transportasi barang dibatasi, ditambah liburan tentu produktivitas bulan ini pasti turun,” ujar dia seperti ditulis Minggu (17/6/2018).

Ia mengatakan, libur panjang Idul Fitri bakal mengerek kinerja industri makan minum dan industri tekstil.

"Industri yang terdampak positif pasti industri pariwisata dan mamin (makanan dan minuman), tekstil kaitannya dengan Lebaran," kata dia.

Dia mengatakan, menurunnya produktivitas industri yang terjadi saat liburan Idul Fitri kali ini akan dapat diperbaiki kinerja di kuartal III 2018.

"Tapi bisa dikejar di kuartal III. Apalagi nanti pemilu, pasti demand-nya tinggi sehingga tekstil akan membaik, juga industri percetakan," ujar dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 


Setoran Pajak Industri Manufaktur Capai Rp 103 Triliun dalam 4 Bulan

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat menjadi pembicara dalam acara Inspirato di SCTV Tower, Jakarta, Selasa (15/5). (Liputan6.com/JohanTallo)

Sebelumnya, industri pengolahan (manufaktur) masih memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan pajak berdasarkan sektor usaha utama pada periode Januari-April 2018. Sumbangan sektor manufaktur ini mencapai Rp 103,07 triliun dengan mencatatkan pertumbuhan 11,3 persen.

"Industri pengolahan memiliki andil yang cukup besar dalam menyumbangkan pajak nonmigas setiap tahun. Jadi, pelaku industri telah menunjukkan kepatuhan terhadap wajib pajak, ungkap Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu 19 Mei 2018.

Kontribusi penerimaan pajak selanjutnya, diikuti dari sektor perdagangan yang mencapai Rp 76,41 triliun dan pertambangan Rp 28,51 triliun, Selain itu, sumbangan dari sektor konstruksi dan real estat sebesar Rp 23 triliun, transportasi dan gudang Rp 14,49 triliun, serta pertanian Rp 7,47 triliun.

Terjadinya pertumbuhan pada penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan membuktikan bahwa adanya peningkatan produktivitas manufaktur.

Capaian tersebut sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan, industri pengolahan besar dan sedang di dalam negeri nampak menggeliat pada triwulan I tahun 2018.

Sektor manufaktur mencatatkan peningkatan produksi sebesar 0,88 persen dibanding triwulan IV 2017 (quarter to quarter) atau tumbuh 5,01 persen dari triwulan I 2017 (year on year).

"Bahkan, pertumbuhan tahunan produksi manufaktur besar dan sedang pada tiga bulan awal tahun ini mampu mengungguli pertumbuhan pada triwulan I 2016 sebesar 4,13 persen (year on year) dan triwulan I 2017 sebesar 4,46 persen (year on year)," lanjut dia.

Sektor-sektor industri manufaktur besar dan sedang, yang mengalami kenaikan tertinggi pada triwulan I 2018 dibandingkan triwulan I 2017 (yoy), yaitu industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki naik sebesar 18,87 persen, industri mesin naik 18,48 persen, industri pakaian jadi naik 17,05 persen, industri alat angkutan naik 14,44 persen, serta industri makanan naik 13,93 persen.

Pada kuartal pertama tahun ini, industri pengolahan nonmigas masih memberikan kontribusi terbesar dengan mencapai 17,95 persen terhadap PDB nasional. Sementara itu, industri pengolahan nonmigas tumbuh sebesar 5,03 persen pada kuartal I 2018 atau meningkat dibanding periode yang sama tahun 2017 sekitar 4,80 persen.

Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah industri mesin dan perlengkapan sebesar 14,98 persen. Selanjutnya, industri makanan dan minuman yang menempati angka pertumbuhan hingga 12,70 persen.

Dengan daya beli masyarakat yang terus berangsur membaik, industri jadi semakin optimistis untuk menggenjot produksinya, ungkap Menperin. Selain itu, pertumbuhan disebabkan oleh beberapa faktor lainnya, seperti meningkatnya indeks manajer pembelian (PMI) dan kenaikan harga komoditas.

Sektor manufaktur yang kinerjanya gemilang di atas PDB nasional, antara lain industri logam dasar 9,94 persen, industri tekstil dan pakaian jadi 7,53 persen, serta industri alat angkutan 6,33 persen.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya