BI dan Pemerintah Harus Koordinasi Hadapi Kenaikan Suku Bunga The Fed

Bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan kembali menaikkan suku bunga sebanyak dua kali sampai akhir tahun ini.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 18 Jun 2018, 09:20 WIB
Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan kembali menaikkan suku bunga sebanyak dua kali sampai akhir tahun ini. Dengan begitu, total kenaikan suku bunga sepanjang 2018 bisa terjadi sebanyak empat kali.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyebutkan, sinyal dari the Fed itu sedikit meleset dari prediksi pasar yang memperkirakan kenaikan suku bunga acuan AS sebanyak tiga kali saja.

Menanggapi hal tersebut, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai, BI harus berkolaborasi dengan pemerintah agar rupiah tidak terus tergerus oleh penguatan nilai dolar Amerika Serikat (USD).

"Selain menaikkan bunga acuan 25 basis poin di bulan Juli/Agustus, BI juga perlu melakukan koordinasi kebijakan dengan pemerintah," ucap Bhima dalam pesan tertulisnya kepada Liputan6.com, seperti ditulis Senin (18/6/2018).

Dia menyatakan, koordinasi kebijakan itu bisa dimulai dengan berfokus pada kinerja ekspor non-migas serta menekan defisit perdagangan agar cadangan devisa meningkat.

Selain itu, kata dia, penerbitan surat utang pada Surat Berharga Negara (SBN) denominasi rupiah juga perlu didorong untuk meningkatkan permintaan mata uang Indonesia. "Efek lain dari penerbitan SBN termasuk global bond juga memperbesar porsi cadangan devisa jangka pendek," ujar dia.

Langkah berikut, dia mengimbau BI untuk membuat sebuah peraturan demi mencegah keluarnya dana Devisa Hasil Ekspor (DHE) dalam waktu singkat.

"Dalam jangka panjang, BI dan Kemenko Perekonomian perlu menerbitkan peraturan DHE eksportir wajib untuk menyimpan uang DHE di bank domestik minimun 6-9 bulan," kata Bhima.

Dalam laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia menyebutkan potensi kenaikan suku bunga the Federal Reserve sebanyak empat kali mencerminkan kepercayaan the Federal Reserve tentang prospek ekonomi Amerika Serikat.

Hal itu terutama inflasi, pertumbuhan tenaga kerja dan belanja konsumen.

Selain itu, bank sentral Eropa pun akan akhiri pembelian aset pada akhir 2018. Akan tetapi, bank sentral tersebut akan pertahankan suku bunga dalam rekor terendah hingga musim panas 2019.

Prospek tersebut membuat euro melemah dan mendongkrak dolar Amerika Serikat. Bank Sentral Eropa memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi 2018 dan mengangkat perkiraan inflasi.

Melihat kondisi tersebut, Ashmore juga melihat BI kemungkinan menaikkan suku bunga dalam pertemuan mendatang. Apalagi the Fed mengindikasikan kenaikan suku bunga sebanyak empat kali dan bank sentral Eropa akhiri quantative easing. Sebelumnya Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan memprioritaskan kestabilan rupiah dan ekonomi.


The Fed Kembali Dongkrak Suku Bunga

Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Sebelumnya, ekspektasi ekonomi yang sudah baik menjadi pendorong Bank Sentral AS untuk menaikkan suku bunga sebanyak 7 kali sejak 2015 lalu.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang cerah ini menjadi landasan bank the Fed untuk menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan awal pada beberapa bulan mendatang. Diperkirakan akan ada dua kali kenaikan lagi pada tahun ini.

Bank Sentral AS memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan berada di kisaran 2,8 persen pada tahun ini. Perkiraan ini lebih tinggi dari prediksi sebelumnya. Adapun untuk tahun depan, the Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berada di angka 2,4 persen.

Untuk inflasi akan ada di angka 2,1 persen untuk tahun ini dan akan berada di angka yang sama di tahun-tahun berikutnya sampai dengan 2020.

Angka ini disambut baik oleh analis dan ekonom karena sebelumnya the Fed selalu memproyeksikan tingkat inflasi jauh di bawah target.

Tingkat pengangguran pada saat ini berada di angka terendah dalam 18 tahun yaitu di angka 3,8 persen. Angka tersebut diperkirakan turun menjadi 3,6 persen tahun ini.

"Pasar tenaga kerja terus menguat, aktivitas ekonomi telah meningkat pada tingkat yang solid," tulis The Fed dalam pernyataannya.

“Pengeluaran rumah tangga meningkat sementara investasi tetap bisnis terus tumbuh kuat,” tulis risalah tersebut.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya