Liputan6.com, Jakarta - Dunia kedirgantaraan militer, dewasa ini, mungkin masih merupakan bidang yang didominasi oleh laki-laki ketimbang perempuan.
Hal itu semakin santer terasa di angkatan bersenjata suatu negara yang memiliki sejarah atau doktrin-doktrin diskriminatif yang tajam ketika menyangkut masalah gender.
Namun, seiring waktu, sepak terjang kaum hawa di dunia aviasi militer semakin berjaya. Hingga Abad ke-21, telah banyak bermunculan pilot-pilot militer perempuan dengan karir cemerlang.
Baca Juga
Advertisement
Para perempuan itu menorehkan catatan gemilang dalam rekam sejarah; baik atas perjuangannya untuk meraih kesetaraan di dunia profesi pilot atau mencatatkan prestasi positif ketika berkarir di dunia kedirgantaraan militer.
Berikut, 4 pilot militer perempuan hebat dari penjuru dunia, seperti Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber (18/6/2018).
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
1. Amy McGrath, Amerika Serikat
Salah satu pelopor pilot perempuan di dunia aviasi modern, Amy McGrath memiliki status sebagai salah satu kaum hawa pertama yang mengendalikan kokpit utama jet tempur F/A 18 Super Hornet.
Lulusan akademi pilot Korps Marinir AS dan penyandang gelar magister keamanan global itu berdinas selama 20 tahun menjadi perwira US Marine Corps Aviation, dengan pengalaman tempur di medan operasi udara seperti di Afghanistan dan Irak.
Selama berdinas, ia telah menjalani 89 misi tempur, termasuk salah satunya operasi pemboman udara terhadap Al Qaeda dan memberikan misi CAS (close air support) bagi marinir.
Atas prestasinya, nama McGrath diabadikan dalam Hall of Fame di Aviation Museum of Kentucky pada tahun 2016.
Pada 2017, McGrath pensiun dari Korps Marinir. Ia kini menjadi anggota Kongres Negara Bagian Kentucky mewakili Partai Demokrat.
Advertisement
2. Yu Xu, China
Mendiang Yu Xu adalah salah satu pilot jet tempur yang paling terkenal di China.
Ia merupakan pilot perempuan pertama yang berkesempatan untuk mengujicoba salah satu jet tempur termutakhir Tiongkok, Chengdu J-10.
Tragisnya, Yu Xu terbunuh dalam kecelakaan yang terjadi saat latihan penerbangan.
Kematian Yu Xu merupakan pukulan bagi publik di China, yang menjuluki dirinya sebagai "Merak Emas" di dunia kedirgantaraan militer Tiongkok.
3. Maureen Dunlop de Popp, Inggris
Sejatinya, penerbang AU Inggris (RAF) Maureen Dunlop de Popp dari era Perang Dunia II tak memiliki catatan misi tempur..
Namun, komitmennya di dunia kedirgantaraan militer Britania Raya memberikan pengaruh signifikan bagi peran perempuan di bidang tersebut pada masa-masa mendatang.
Saat berdinas untuk AU Inggris pada Perang Dunia II, de Popp sejatinya berminat untuk menjadi pilot tempur. Namun, karena kebijakan pembatasan gender yang diterapkan oleh Inggris, de Popp harus mengubur minatnya tersebut.
Kendati demikian, berbekal pengetahuan aviasi dan avionik yang mumpuni, de Popp ditugaskan untuk melatih pilot-pilot pesawat transport di kesatuan RAF Air Transport Auxiliary (ATA). Ia pun berkesempatan melaksanakan sejumlah misi logistik militer semasa perang.
Seusai perang, de Popp sempat menjadi instruktor di bandara RAF Luton selama beberapa tahun. Selepas itu, de Popp kembali ke tanah kelahirannya di Argentina, di mana ia menjadi instruktor bagi calon pilot AU Argentina.
Pada tahun 2003, de Popp adalah satu dari tiga veteran pilot ATA yang menerima penghargaan Guild of Air Pilots and Air Navigators Master Air Pilot Award --salah satu penhargaan prestise di London, Inggris.
Advertisement
4. Fariana Dewi Djakaria Putri, Indonesia
Kapten Penerbang Fariana Dewi Djakaria Putri adalah perempuan pertama yang menjadi penerbang helikopter di TNI AU, Indonesia, bahkan Asia Tenggara.
Lahir pada 1 April 1982, putri dari Lilies Yenny Haryani dan Doko Djakaria Koerdi itu semasa kecil tak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang penerbang.
Karier gemilangnya dimulai pada tahun 2003, saat ia dilantik menjadi Wanita Angkatan Udara (Wara TNI AU).
Profesi setara Polwan di Kepolisian dan Kowad (Korps Wanita AD) di TNI AD itu bukan sebuah profesi yang populer bagi kaum hawa.
Awalnya, Fariana tak tahu banyak soal profesinya. "Karena saya sudah memilihnya, saya harus bertanggungjawab dengan pilihan saya," tegas sang Kapten dalam wawancara dengan Liputan6.com.
Setelah dua tahun menjadi Wara, tahun 2005, karier Fariana mulai menanjak naik. Pada tahun itu, TNI AU untuk membuka kesempatan pelatihan penerbang bagi Wara.
Dari 14 personel yang diikutsertakan, hanya Fariana dan rekannya, Ambar, yang lolos seleksi pendidikan penerbang untuk Wara pada tahun 2005.
Setelah mengikuti pendidikan selama dua tahun, pada 2007, Fariana dilantik menjadi Letnan 2 Penerbang dan dijuruskan menjadi seorang pilot helikopter berdasarkan hasil penilaian dan pelatihan.
Kala itu adalah momentum untuk kali pertamanya seorang perempuan anggota TNI AU ditugaskan menerbangan helikopter.
Setelah dilantik menjadi penerbang, Fariana ditugaskan di Skuadron Udara 7 Heli, Lanud Suryadarma, Subang, Jawa Barat selama 8 tahun. Pada awalnya ia menjadi kopilot.
Dan seiring waktu, Fariana pun menjabat sebagai kapten pilot helikopter.
Pada tahun 2016, Fariana mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan instruktur penerbang di Lanud Adi Sucipto, Yogyakarta. Dan, pada tahun 2017 ia mengikuti pendidikan di Sekkau (Sekolah Komando Kesatuan TNI Angkatan Udara).