Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 30 Mei 2018 menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps juga menjadi 5,50 persen.
Kebijakan ini, dinyatakan Bank Indonesia sebagai bagian senantiasa berkomitmen dan fokus pada kebijakan jangka pendek dalam memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar Rupiah.
Advertisement
Untuk itu, BI siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam menghadapi perkembangan baru arah kebijakan the Fed dan ECB pada RDG 27-28 Juni 2018 yang akan datang.
"Kebijakan lanjutan tersebut dapat berupa kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, Selasa (19/6/2018).
Selain itu, Perry mengatakan, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan.
Di sisi lain, BI, pemerintah, dan OJK juga akan terus mempererat koordinasi untuk memperkuat stabilitas dan mendorong pertumbuhan.
"BI meyakini ekonomi Indonesia, khususnya pasar aset keuangan, tetap kuat dan menarik bagi investor, termasuk investor asing," terang Perry.
Pada akhirnya, menurut Perry, dengan investasi yang terjaga, stabilitas ekonomi juga diharapkan tetap terjaga dan pertumbuhan ekonomi akan meningkat.
Pengamat Sebut BI Responsif Hadapi Kenaikan Suku Bunga The Fed
Indonesia dan negara berkembang lain kini tengah menghadapi tekanan kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed. Meski demikian, beberapa kalangan menilai Bank Indonesia (BI) telah mengambil langkah responsif guna menghadapi hal tersebut.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, BI di bawah gubernur barunya Perry Warjiyo perlahan berhasil melepas diri dari ketegangan perekonomian global, yakni dengan ikut menaikkan suku bunga acuan.
Baca Juga
"Langkah BI sebelum Perry jadi gubernur memang terbilang terlambat menyesuaikan (suku) bunga acuan. Tapi di era Perry sepertinya berbeda, BI lebih responsif menaikan (suku) bunga acuan. Buktinya, dalam satu bulan di Mei ada dua kali kenaikan (suku) bunga acuan," paparnya kepada Liputan6.com, seperti dikutip Selasa (19/6/2018).
Sebelumnya, publik dunia sempat geger akibat kebijakan The Fed yang memberi sinyal akan kembali menaikkan suku bunga sebanyak dua kali sampai akhir tahun ini. Dengan begitu, total kenaikkan suku bunga sepanjang 2018 bisa terjadi sebanyak empat kali.
Kebijakan tersebut telah berdampak ke beberapa mata uang dunia, usai Lira sebagai mata uang Turki terjerembap ke level terendah dari Dolar Amerika Serikat pada Mei lalu. Itu membuat investor tidak lagi memiliki keyakinan terhadap kebijakan ekonomi negara teluk tersebut.
Bhima melanjutkan, ia mengapresiasi reaksi cepat BI yang dinilainya bakal berdampak langsung terhadap imbal hasil surat berharga yang akan lebih menarik bagi investor asing, karena kupon bunga yang naik dan yield spread menyempit.
Sehingga, menurutnya, publik dunia percaya bahwa kondisi pasar Indonesia telah siap untuk menghadapi tekanan pengetatan moneter global.
"Dampak psikologisnya, investor melihat otoritas moneter Indonesia sudah siap menghadapi tekanan pengetatan moneter global. Sentimen positif yang terbentuk akan meningkatkan market confidences," tutur dia.
Advertisement