Penguatan Dolar AS Tekan Harga Emas

Presiden AS Donald Trump mengancam untuk mengenakan tarif 10 persen pada barang-barang asal China senilai USD 200 miliar dan Beijing mengatakan akan membalasnya.

oleh Arthur Gideon diperbarui 20 Jun 2018, 06:40 WIB
Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga emas terjatuh ke level terendah dalam enam bulan dan harga platinum mencapai titik terendah sejak Februari 2016. Kejatuhan ini seiring dengan penguatan nilai tukar dolar AS.

Dolar AS menjadi salah satu instrumen penyelamat atau safe haven di saat hadirnya kekhawatiran perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang keduanya merupakan negara dengan perekonomian terbesar di dunia.

Indeks dolar AS menyentuh level tertinggi sejak Juli 2017. Indeks ini mengukur nilai tukar dolar AS terhadap sekeranjang mata uang utama di dunia.

Mengutip Reuters, Rabu (20/6/2018), harga emas di pasar spot turun 0,1 persen ke kevel USD 1.276,19 per ounce pada pukul 1.43 siang waktu London, setelah menyentuh level terendah sejak 22 Desember di USD 1.270 per ounce.

Harga emas berjangka AS untuk pengiriman Agustus turun USD 1,50 atau 0,1 persen ke level USD 1.278,60 per ounce.

Harga platinum turun 1,6 persen pada USD 867 per ounce, setelah sebelumnya sempat menyentuh level terendah sejak 3 Februari 2016 di USD 856,85.

 


Aksi Presiden Trump

Ilustrasi Logam Mulia (iStockphoto)

Presiden AS Donald Trump mengancam untuk mengenakan tarif 10 persen pada barang-barang asal China senilai USD 200 miliar dan Beijing mengatakan akan membalasnya.

Keributan perdagangan memperkuat kekhawatiran tentang pertumbuhan global dan memicu aksi jual di pasar saham. Sementara, perang dagang meningkatkan mata uang safe haven seperti yen dan dolar AS.

Biasanya, emas digunakan investor sebagai tempat untuk memarkir aset selama masa ketidakpastian global.

Akan tetapi, saat ini terbalik karena investor lebih memilih untuk menyimpan dolar AS sehingga membuat emas tertekan.

"Emas sebenarnya aset safe haven tetapi untuk saat ini lebih banyak yang memilih ke dolar AS," jelas analis TD Securities Bart Melek.

 Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya