Capek Mudik? Yuk Coba 6 Makanan Lawas Khas Garut

Para pengendara yang terjebak kepadatan arus balik di Garut, Jawa Barat. dapat menepikan sebentar kendaraan untuk beristirahat dan belanja makanan oleh-oleh untuk bekal di perjalanan.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 21 Jun 2018, 10:20 WIB
Aktivitas warga yang tengah belanja oleh-oleh khas Garut. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Anda yang tengah melintasi Garut, Jawa Barat, saat arus balik, dapat menepikan sebentar kendaraan untuk beristirahat. Daripada bosan akibat macet, mending belanja makanan oleh-oleh khas Garut untuk bekal di perjalanan.

Ada enam makanan lawas atau buhun khas Garut, yang bisa Anda beli di toko oleh-oleh yang tersebar luas di beberapa titik sepanjang jalur mudik. Tertarik membelinya? Inilah daftar makanan camilan lawas khas Garut yang tetap bertahan sampai sekarang versi Liputan6.com.

Dodol

Dodol Garut oleh-oleh khas (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Nama makanan camilan manis legit yang satu ini sudah menjadi ikon Garut sejak lama. Dodol Garut, demikian panggilan populer orang menyebutnya.

Tak ada angka tahun yang pasti kapan pembuatan dodol pertama kali dimulai. Namun, berdasarkan cerita secara turun-temurun, dodol pertama kali dibuat sekitar tahun 1940-an pada era kolonial Hindia Belanda berkuasa di Indonesia.

Makanan dengan bahan dasar tepung beras, tepung ketan, gula merah, dan gula pasir itu, seakan berjodoh dengan Garut. Sejak saat itu, deretan nama dodol bermunculan di Garut. Tapi, dari semua itu, dodol Picnic seolah menjadi pemegang pasar terbesar hingga kini.

Di pabriknya yang berlokasi di Pasundan, dodol Picnic memproduksi dodol wijen, dodol kacang, aneka dodol buah seperti nanas, nangka, tomat, durian, dan buah-buahan lainnya.

Bahkan sejak satu dekade terakhir, dodol berevolusi dengan cokelat menghasilkan Chocodol atau chocodot (cokelat isi dodol pertama di dunia). Dengan harga yang cukup terjangkau mulai Rp 12.500 per dus kecil, rugi rasanya jika Anda melintas Garut tanpa membeli oleh-oleh yang satu ini.

Hampir di seluruh stan oleh-oleh makanan khas Garut, seperti di Jalan Raya Tarogong, Pengkolan hingga jalur sepanjang Limbangan, sebagai jalur lintas utama nasional Jawa bagian selatan, produk dodol selalu menjadi tampilan utama untuk menjaring pengunjung yang datang. 

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

 

 

 

 

 

 

 


Kerupuk Kulit

Kerupuk kulit khas Garut. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Selain tersohor sebagai sentra kerajinan kulit berkualitas, kawasan Sukaregang di Garut Kota, juga terkenal dengan makanan khas dari kulit binatang. Bedanya, jika produk kerajinan seperti jaket, sepatu, topi, dombet, sabuk, gantungan kunci, dan lainnya berasal kulit domba, maka kerupuk kulit berasal dari kulit kerbau.

"Produknya renyah layaknya kerupuk,” ujar Iyan Sopian, marketing Primarasa, toko oleh-oleh khas Garut.

Menurutnya, produk kerupuk kulit ini lebih banyak digandrungi kaum hawa. Apalagi, teksturnya yang renyah, sangat cocok jika dipadupadankan dengan mi bakso, mi ayam atau makanan berkuah lainnya yang kental nan pedas.

Meskipun berbahan dasar kulit kerbau, jangan takut bau anyir apalagi amis. Sebab, rangkaian proses lama hingga sepekan, mampu menghilangkan kekhawatiran itu.

"Kan tidak semua bagian kulit dipakai (kerupuk). Hanya bagian tertentu yang cocok untuk bahan kerupuk ini," dia menambahkan.

Apalagi, komposisi rempah-rempah seperti ketumbar, garam, kunir, bawang putih, gula merah, asem, dan penyedap rasa, membuat produk kerupuk kulit lebih renyah saat penggorengan berlangsung.

"Ada beberapa varian rasa mulai orisinal, manis, asin, dan pedas," tutur Iyan.

Jika Anda maniak bakso, soto, dan makanan berkuah lainnya yang dimakan dalam keadaan hangat, tidak afdal rasanya tanpa pelengkap kerupuk kulit yang gurih dan renyah dari Garut ini. Produk ini biasa dijual di toko oleh-oleh Garut dengan harga Rp 5.000 per bungkus. Namun, bisa juga naik, tergantung berat dan ukuran produk yang dijual.


Dorokdok

Dorokdok khas Garut. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Sekilas tampak sama kedua makanan renyah nan gurih ini dengan kerupuk kulit. Namun, jangan salah, makanan yang satu ini lebih cerah lantaran khusus dibuat dari kulit sapii. Sedangkan "saudaranya", kerupuk kulit berasal dari kulit kerbau.

"Dorokdok teras lebih keras, namun tetap renyah," Iyan meyakinkan.

Menggunakan bahan yang sama-sama dari kulit binatang mamalia, dorokdok pun dibuat untuk memanjakan lidah Anda. Perbedaannya jika kerupuk kulit tidak akan menimbulkan seret di tenggorongan, khusus dorokdok biasanya agak sedikit seret.

"Makanya lebih enak jika menjadi pelengkap saat makan bakso, teksturnya bakal lebih terasa,” kata Iyan sembari tersenyum lebar.

Mengalami proses pembuatan dan bumbu yang hampir sama dengan kerupuk kulit, dorokdok memiliki tekstur yang lebih keras, sehingga saat dikonsumsi, siapkan air hangat atau dingin, agar tenggorokan Anda tidak seret.

"Nah, seret itu yang membedakan dengan kerupuk kulit," kata dia.

Untuk melengkapi pesta belanja camilan khas Garut saat mudik berlangsung, tak ada salahnya mencoba membeli makanan yang satu ini.

Harganya Rp 4.000 per dus kecil atau bisa juga naik, tergantung beratnya dorokdok yang dijual. "Biasanya kalau ada kerupuk kulit ada dorokdok juga, tidak sulit kok ada di toko oleh-oleh mana pun di Garut,” ujarnya.


Endog Lewo atau Emplod

Endog Lewo makanan khas Garut. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Sejatinya makanan renyah ini terbuat dari singkong, namun bulatan kecil menyerupai endog (telur), membuat makanan yang satu ini lebih dikenal dengan sebutan endog lewo. Nama terakhir disesuaikan dengan sebutan daerah pembuatannya, Lewo.

Bahkan di beberapa kecamatan di Garut, makanan yang satu ini kerap disebut dengan nama emplod. Mulai ramai diproduksi sejak tahun 1980 an, kudapan ini sekias tampak seperti kacang atom, memiliki tekstur renyah dengan bulatan kecil, membuat enak dan renyah di mulut.

Tidak ada bahan dan resep khusus yang disediakan untuk membuat endog lewo. Namun, kunci utama terletak saat penggorengan berlangsung, titik api yang cukup dengan minyak yang mendidih. Alhasil, bahan dengan mudah mengalami proses penggorengan yang sempurna, hingga menghasilkan tekstur yang renyah.

Ada dua rasa utama yang disajikan, yakni asin dan pedas. Tapi, bagi Anda penikmat makanan berkuah pedas dan hangat, rasanya kehadiran camilan ini sangat dinanti.

Bagi Anda yang tengah melintas di jalur mudik nasional bagian selatan, khususnya Limbangan, Garut, Jawa Barat, pas mendekati Kecamatan Malangbong tepatnya di Kampung Lewo, akan dengan mudah menemukan camilan tradisional yang satu ini.

Deretan toko oleh-oleh bakal menyajikan makanan seharga Rp 10 ribu per bungkusnya ini. Silahkan Anda mencicipi sambil menghilangkan kepenatan akibat kemacetan yang mengular di jalur itu.


Ladu Malangbong

Ladu makanan khas Garut. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Tidak ada informasi panjang mengenai makanan lawas yang manis ini, Namun, sepintas makanan yang satu ini tampak seperti dodol, meskipun ternyata berbeda. Sekalipun sama-sama memiliki rasa manis dengan bahan dasar beras ketan, ladu memiliki tekstur agak keras. Dengan demikian, ladu memiliki ciri khas tersendiri dibanding dodol yang sudah lebih dulu dikenal.

Makanan ini merupakan olahan rumahan dengan bahan dasar beras ketan, gula aren, kelapa, vanila, dan gula pasir. Ladu termasuk makanan basah, sehingga kekuatannya hanya sekitar satu pekan.

Konon, makanan yang satu ini berasal dari Tasik, tepatnya di kaki Gunung Ladu. Tapi, sang empu, pembuat pertama makanan ini hijrah ke Malangbong, Garut. Ia pun kembali melestarikan sejak tahun 1960-an hingga kini.

Ada satu merek ladu buhun Garut yang cukup terkenal di Garut, yakni ladu faridah, Ladu ini tetap bertahan hingga kini sebagai warisan dari empunya. Bagi Anda yang tertarik memesannya bisa datang langsung di sepanjang Jalan Malangbong, Garut.

Di sana Anda dengan mudah bisa membeli ladu seharga Rp 10 ribu per bungkus. Dijamin camilan basah nan legit ini, tidak kalah jauh dengan dodol dan makanan khas Garut lainnya.


Burayot

Burayot makanan khas Garut. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Dibanding makanan khas buhun kota Garut lainnya, nama burayot yang berarti menggelantung dalam bahasa Indonesia, memang terbilang aneh di telinga Anda. Namun, jangan salah, makanan khas masyarakat Kecamatan Leles ini, konon sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Berbahan tepung beras dan gula aren. Hal utama yang membedakannya terletak pada proses penggorengan berlangsung. "Kuncinya, kita harus pas waktunya saat pengangkatan di wajan penggorengan itu," ujar Rika Rianti, pengusaha camilan burayot.

Setelah adonan tepung beras dan gula aren tercampur sempurna, bahan adonan kemudian diubah menjadi bola-bola kecil. Selanjutnya dipipihkan hingga rata sempurna sebelum dilakukan penggorengan di atas wajan dengan titik didih minyak yang memadai.

Saat pertama kali digoreng, terlihat bahan adonan pipih tersebut, langsung menggelembung dan sepersekian detik kemudian, harus segera diangkat untuk selanjutnya ditiriskan agar mendapatkan bentuk yang ideal.

"Kalau tidak (segera) adonan tidak menggelembung sempurna, itu gagal, paling nanti jadi bahan tester pembeli saja," kata dia.

Nah, bagi Anda yang tertarik mencicipi makanan jadul (zaman dahulu) di zaman now, Saung Burayot di Jalan Cipanas Baru, Garut, siap melayani permintaan konsumen dengan harga Rp 20 ribu per pak berisi 20 biji, ada 18 varian rasa yang bisa dipilih.

Beberapa rasa yang siap disajikan antara lain burayot isi keju, pisang, stroberi, oreo, karamel, kelapa, cokelat, kacang tanah, kacang mede, wijen, coklat isi keju, dan lainnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya