Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mencatat peningkatan konsumsi avtur menjadi lebih dari 16 juta liter atau sekitar 5 persen di atas konsumsi rata-rata harian. Kenaikan ini terjadi pada 19-20 Juni, sejalan dengan berakhirnya cuti bersama yang ditetapkan pemerintah.
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan, puncak arus balik tidak hanya terjadi di jalur darat, tetapi juga di jalur udara. Pertamina terus siaga mengamankan pasokan avtur di seluruh Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU), seiring peningkatan jumlah penerbangan tambahan selama arus balik.
Baca Juga
Advertisement
“Peningkatan konsumsi avtur terjadi pada puncak arus balik Lebaran,” kata Adiatma di Jakarta, Rabu (20/6/2018).
Menurutnya , berdasarkan laporan Satgas Ramadan dan Idul Fitri (RAFI) 1439 H di lapangan, peningkatan konsumsi avtur terjadi di tiga DPPU utama, tertinggi terjadi di DPPU Denpasar sebesar 9,5 persen, DPPU Yoyakarta 6,5 persen serta DPU Cengkareng sebesar 3 persen.
Peningkatan permintaan avtur tertinggi terjadi di wilayah tujuan wisata, karena banyak masyarakat yang memanfaatkan momen Lebaran dan cuti bersama untuk liburan bersama keluarga. Destinasi wisata favorit tampaknya masih Bali dan Yogyakarta.
Puncak arus balik melalui pesawat udara, lanjut Adiatma, biasanya terjadi pada hari-hari terakhir masa cuti bersama berakhir.
Pertamina telah mengamankan stok maupun pasokan ke semua DPPU, terutama DPPU Utama yang sekaligus menjadi tujuan wisata, agar kebutuhan avtur tercukupi.
Untuk menjaga stok avtur sejak Ramadan, perusahaan telah menambah frekuensi suplai tanker ke DPPU, maupun Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM).
"Pertamina juga memastikan kesiapan dan kehandalan sarana dan fasilitas di DPPU, memastikan kesiapan RAE Supply (Regular, Alternative & Emergency)," tandasnya.
Pemerintah dan Pertamina Sepakat Subsidi Solar Jadi Rp 1.500
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) usul menambah biaya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar dari Rp 500 per liter menjadi Rp 1.500 per liter pada 2019.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengungkapkan, penambahan subsidi Solar itu dilakukan lantaran harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) tetap akan tinggi pada tahun mendatang.
"Kita usulkan jadi Rp 1.500 pada 2019. Tantangannya begini, kita memprediksi ICP pada 2019 itu berkisar antara USD 60-70 per barel," ucap dia di Jakarta, pada 5 Juni 2018.
Menanggapi hal tersebut, Corporate Secretary PT Pertamina (Persero) Syahrial Mukhtar menyatakan, pihaknya akan mengikuti arahan dari pemerintah terkait subsidi harga Solar. "Pemerintah memutuskan Rp 1.500 kita jalan dengan Rp 1.500," ujar dia.
Dia pun mengatakan, pihak pemerintah pasti telah memiliki pertimbangan khusus seperti acuan kenaikan harga minyak dunia sebelum meninggikan jumlah subsidi hingga tiga kali lipat, yakni dari Rp 500 per liter jadi Rp 1.500 per liter.
Selain itu, ia juga tak mau ambil pusing ketika disinggung pemerintah memberi angka subsidi yang lebih kecil dari rencana awal, yakni Rp 2.000 per liter.
"Bukan masalah enak enggak enak. Keputusan pemerintah itu pasti ada dasar semisal daya beli masyarakat. Mungkin itu juga sudah mempertimbangkan dari sisi Pertamina dan masyarakat secara berbarengan, dan ya kita ngikut," Syahrial menuturkan.
Advertisement