Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa perintangan penyidikan korupsi proyek e-KTP, Fredrich Yunadi menjalani sidang pembacaan nota pembelaananya, Jumat (22/6/2018). Sidang dengan agenda yang sama sempat tertunda lantaran Fredrich belum rampung menyusun pleidoinya.
"Ada 1.858 halaman iya saya bacakan semua," ujar Fredrich di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (22/6/2018).
Advertisement
Nota pembelaan itu dikemas dalam dua jilid. Fredrich Yunadi menuturkan, ia menyusunnya hingga dini hari. Rutinias itu dikatakannya terus berulang selama dua pekan.
"Setiap hari sampai jam 4 pagi dua minggu begadang terus. Ada jilid I jilid II," ujarnya.
Disinggung perihal kesimpulan dari nota pembelaannya, Fredrich enggan menjelaskan lebih detil. Hanya saja ia sedikit mengatakan isi dari pleidoinya menyinggung segala fakta persidangan versi pengacara yang sempat viral akibat pernyataan bakpao.
Fredrich Yunadi didakwa melakukan upaya perintangan penyidikan Setya Novanto dengan status tersangka korupsi proyek e-KTP saat itu. Pengacara yang viral atas pernyataan bakpao nya itu disebut melakukan pemesanan kamar sesaat sebelum kecelakaan Setya Novanto terjadi.
Fredrich didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Tak Kooperatif
Selama persidangan, Fredrich menunjukan sikap tak kooperatif. Saling lempar argumen antara jaksa, hakim, dan Fredrich kerap mewarnai jalannya sidang. Beberapa kali palu majelis hakim diketok melerai perdebatan antara jaksa dan Fredrich.
Jaksa penuntut umum pada KPK kerap merasa keberatan atas ulah mantan kuasa hukum Setya Novanto itu, semisal penggunaan kata ‘situ’ ‘you’ kepada saksi ataupun jaksa.
Puncaknya, jaksa menuntut Fredrich pidana penjara 12 tahun denda Rp 600 juta atau subsider 6 bulan kurungan. Tidak ada keadaan yang meringankan dalam tuntutan yang dibacakan pada Kamis (31/5).
Reporter: Yunita Amalia
Saksikan video pilihan di bawah ini
Advertisement