Liputan6.com, Indramayu - Ratusan pengemis terlihat berjejer di sekitar Jembatan Kali Sewo, perbatasan antara Indramayu dan Kabupaten Subang di Jalur Pantura, Jawa Barat. Para pengemudi diimbau berhati-hati karena akan berhadapan dengan ratusan pengemis yang berjejer di sekitar jembatan itu.
Seperti yang terlihat saat Antara melintas di daerah itu pada Jumat dini hari. Ratusan pengemis yang semua memegang sapu lidi mengamati kendaraan yang lewat, terutama mobil pribadi maupun kendaraan umum.
Pada awalnya, Antara yang melakukan perjalanan dari Semarang menuju Jakarta mengira bahwa masyarakat sekitar sedang bergotong-royong membersihkan jalan karena masing-masing orang memegang sapu lidi.
Baca Juga
Advertisement
Mereka berdiri berjejer di pinggir jalan sepanjang hampir 500 meter, terdiri atas anak-anak, remaja, bahkan sampai nenek-nenek. Setiap mobil yang bergerak perlahan, terutama mobil pribadi, akan didekati sambil memberikan aba-aba meminta sesuatu.
Namun, setelah mendekat, mereka ternyata pengemis yang meminta uang dari para pelintas. Adapun sapu tersebut digunakan untuk mengais uang logam yang dilemparkan oleh penumpang dari jendela mobil.
Jika mereka melihat tanda-tanda ada penumpang yang akan melempar uang recehan, yaitu kendaraan yang memperlambat laju kendaraan dan membuka jendela, langsung diserbu. Dengan sapu tersebut, mereka mengumpulkan beberapa uang koin yang berserakan di jalan.
Mitos di Balik Kebiasaan Warga
Kebiasaan warga sekitar mendapatkan uang melalui para pelintas menurut Suparto (60 tahun), yang sudah lebih lima tahun menjadikan mengemis sebagai penghasilan sampingan itu, berawal dari sebuah mitos.
Mitos tersebut bermula dari kecelakaan maut yang menimbulkan banyak korban ketika mobil yang sarat penumpang terjun ke sungai. Arwah korban kemudian berkeliaran dan mengganggu mereka yang melewati jalan tersebut.
Sejak itu, dan tidak diketahui secara pasti kapan dimulai, pengendara mobil yang akan melewati jembatan Kali Sewo memberikan sesuatu. Biasanya dalam bentuk uang agar tidak diganggu, aman dan bebas dari kecelakaan.
Lama kelamaan, kebiasaan yang hanya dilakukan segelintir orang itu berubah menjadi tradisi dan dilakukan setiap hari, sehingga menjadi penghasilan sampingan warga sekitar yang sebagian besar adalah petani.
Terutama pada musim mudik Lebaran, jumlah pengemis sudah mencapai ratusan dan tidak hanya dilakukan pada siang hari, tapi hampir 24 jam.
Menurut pengakuan Suparto, musim mudik dan balik Lebaran adalah saat "panen" karena dalam sehari mereka bisa mengumpulkan Rp 150 ribu dari recehan, sementara pada hari biasanya paling banyak hanya Rp 50 ribu.
Tradisi tersebut tampaknya sulit untuk dilarang. Padahal, aksi ini berbahaya karena pengemis yang terlalu sibuk menyapu uang recehan bisa tertabrak oleh kendaraan yang melintas.
Pihak kepolisian setempat pun berusaha memaklumi tradisi yang sudah berlangsung bertahun-tahun tahun tersebut. Polisi terlihat berusaha mengatur lalu lintas agar tertib dan tidak membahayakan warga lokal yang ikut merayakan Idul Fitri, sambil mengais rezeki.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement