Mendag Tetap Ngotot Minta Eropa Cabut Larangan Minyak Sawit Asal RI

Kementerian Perdagangan sudah menyiapkan ancang-ancang untuk menghadapi rencana larangan masuknya minyak sawit ke Eropa.

oleh Merdeka.com diperbarui 22 Jun 2018, 13:59 WIB
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat pemotretan dalam kunjungannya ke Kantor Liputan6 di SCTV Tower, Jakarta (4/5). Enggartiasto menjabat sebagai Menteri Perdagangan sejak 27 Juli 2016. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Uni Eropa mengulur waktu larangan masuknya produk minyak sawit asal Indonesia hingga 2030. Sebelumnya larangan terhadap minyak sawit Indonesia rencananya akan diberlakukan pada 2021.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita tidak lantas puas dengan adanya penguluran waktu tersebut. Ia tetap mengharapkan Uni Eropa mencabut larangan masuknya produk minyak sawit asal Indonesia.

"Ya walaupun mereka undur dari 2021 ke 2030, tapi kita tetap persoalkan seyogyanya tidak dibatasi. Seandainya kita juga membatasi Airbus sampai 2030 kan juga tidak enak kan. Atau kita bilang wine Eropa sampai 2030 itu juga tidak baik," ungkapnya ketika ditemui di acara Halal Bihalal di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (22/6/2018).

Dia menjelaskan meskipun Uni Eropa mengundur rencana larangan hingga 2030, namun tetap saja rencana itu tetap saja memberikan sentimen negatif terhadap industri sawit juga terhadap situasi perdagangan dengan Indonesia.

"Memang bukan alasannya semata-mata mengenai petani, tapi kita minta UE untuk tidak diberikan seolah-olah sampai, karena pengertian sampai 2030, adalah impor biodiesel kita sampai 2030," katanya.

Kementerian Perdagangan pun sudah menyiapkan ancang-ancang untuk menghadapi rencana larangan tersebut. Meskipun demikian rencana 'melawan' UE itu belum dibicarakan secara intens oleh pemerintah.

"Kan tidak baik. Kami juga membuat ancang-ancang, untuk wine, untuk pesawat terbang, kita mau pesawat terbang yang gunakan biodiesel. Untuk pengganti avturnya murni. Barangkali kita sudah bicara dengan Boeing, kita pakai Boeing lah," katanya.

Karena itu, Enggartiasto mengharapkan Uni Eropa seharusnya tidak saja mengundurkan waktu, melainkan mencabut larangan terhadap minyak sawit Indonesia.

"Jadi mari kita duduk dan jangan mulai trade war. Eropa tidak setuju dengan trade war, don't even start. Itu tidak baik. Jangan menuduh negara lain lakukan trade war, tapi secara tidak langsung itu juga bentuk trade war," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com


RI Jajaki Kerja Sama Dagang dengan Maroko

Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan memulai perundingan kerja sama perdagangan produk sawit dengan dua negara di Afrika, yakni Tunisia dan Maroko.

"Setelah Lebaran, tim kita bersama Kemendag ke Tunisia, Maroko, ke pasar baru (negara lain). Pasar baru dicari dan dipertahankan, dijaga. Tunisia itu mulai perundingan, di samping kita bikin bisnis forum," ungkap Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono pada Kamis 31 Mei 2018.

Dia menjelaskan, Afrika merupakan potensi pasar besar untuk produk CPO atau minyak sawitIndonesia. Sebab, jumlah penduduk di benua Afrika cukup besar, namun produksi CPO-nya masih kecil. 

"Afrika secara penduduk besar sekali. Satu negara bisa 60 juta sampai 80 juta. Tahun lalu ke Nigeria, 80 juta dan produksi di sana kecil," kata dia.

Ekspor CPO ke Afrika pun dapat dibilang menjanjikan. Dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan tahunan ekspor CPO ke Afrika tumbuh di atas 10 persen.

"Masih kecil-kecil (untuk setiap negara), tapi kalau digabung totalnya tinggi. Sekarang masih digabung Afrika. Dalam tiga tahun terakhir naik konsisten. Ekspor CPO tiap tahun di atas 10 persen lah," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya