Bos BI: Utang Luar Negeri RI Masih Aman

Bank Indonesia (BI) mengumumkan posisi Utang Luar Negeri Indonesia (ULN) pada akhir April 2018 sebesar USD 356,9 miliar.

oleh Bawono Yadika diperbarui 22 Jun 2018, 16:39 WIB
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjalani uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) mengenai visi dan misi jabatan Gubernur BI dengan Komisi XI DPR RI, di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (28/3). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyebutkan utang luar negeri Indonesia tumbuh melambat per akhir April 2018 ini. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh 7,6 persen (yoy) pada akhir April 2018, melambat dibandingkan dengan 8,8 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.

Adapun perlambatan tersebut terjadi baik pada ULN sektor pemerintah dan juga ULN sektor swasta. Lantas, apa kata Gubernur Bank Indonesia (BI) yang baru Perry Warjiyo terkait hal tersebut?

"Terkait statistik utang luar negeri Indonesia (SULNI), kalau kita lihat memang ada beberapa indikator yang mempengaruhinya," tutur dia di BI, Jakarta, Jumat (22/6/2018).

"Pertama rasio terhadap PDB masih cukup aman, baik pemerintah maupun swasta juga aman. Jadi jangan liat nominalnya, satu dolar sekarang kan beda dari satu dolar yang 10 tahun lalu, makannya ukuranya ini ya terhadap PDB," tambah dia.

Perry kemudian juga menjelaskan indikator lainnya dipengaruhi dari kemampuan membayar utang serta ketentuan-ketentuan khusus yang mesti dilakukan.

"Kedua, lanjut dia, kemampuan bayar atau debt service ratio itu juga masih aman. Dan ada ketentuan kehati-hatian, khususnya bagi ULN swasta kan ada kewajiban lindung nilai (hedging)," ujar dia.

Kata Perry, data sejauh ini yang diperoleh BI menunjukan ada sekitar 90 persen pihak swasta non bank yang telah melakukan lindung nilai.

"Data kami menunjukkan 90 persen swasta non bank itu lakukan hedging, mereka juga manajemen risiko untuk likuditasnya dan juga untuk pemenuhan ratingnya," ujar dia.

Perry menyimpulkan, kemampuan RI untuk membayar utang masih terhitung aman dan juga terukur.

"Pendapat kami ULN dari sisi level dan kemampuan bayar serta manajemen risikonya itu masih cukup aman," tandasnya.

 


Utang Luar Negeri RI Turun Rp 25 Triliun per April Ini

Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Bank Indonesia (BI) mengumumkan posisi Utang Luar Negeri Indonesia (ULN) pada akhir April 2018 sebesar USD 356,9 miliar atau sekitar Rp 5.028,72 triliun (kurs Jisdor Rp 14.090 per dolar AS). Dari jumlah, posisi ULN tersebut turun USD 1,8 miliar atau sekitar Rp 25,36 triliun dibandingkan Maret 2018 yang sebesar USD 358,7 miliar. 

ULN Indonesia pada April yang sebesar USD 356,9 miliar ini, terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD 183,8 miliar dan utang swasta termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar USD 173,1 miliar.

ULN hingga April ini tumbuh melambat 7,6 persen (yoy) dibandingkan dengan 8,8 persen (yoy) pada bulan sebelumnya. Perlambatan ULN ini terjadi baik pada utang luar negeri sektor pemerintah maupun ULN sektor swasta. Kepercayaan investor asing terhadap pengelolaan fiskal dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia tetap cukup tinggi di tengah tekanan likuiditas global.

Pada April 2018, pemerintah telah menerbitkan surat utang negara (SUN) dalam mata uang dolar AS dan Euro (global bonds) dengan format SEC-Registered Shelf yang memungkinkan pemerintah menerbitkan obligasi di pasar modal kapan pun saat dibutuhkan.

Penerbitan obligasi global ini memanfaatkan momentum positif kenaikan peringkat utang Indonesia oleh Moody’s pada 13 April lalu dari Baa3 (positif) menjadi Baa2 (stable), di samping membaiknya kondisi makroekonomi pada awal April.

Sementara itu, pada bulan keempat lalu terdapat pelunasan pinjaman dan pelepasan SBN domestik oleh investor asing, pasca kenaikan Fed Fund Rate akhir Maret 2018.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya