Ketua DPR: Beri Kesempatan Komjen Iriawan Buktikan Dirinya Netral

Secara pribadi, Bambang tidak mempersoalkan langkah pemerintah yang menunjuk Komjen Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar.

oleh Andrie Harianto diperbarui 22 Jun 2018, 16:24 WIB
Mantan Kapolda Metro Jaya Irjen M. Iriawan didampingi istri diantar Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis saat meninggalkan Polda Metro Jaya dalam acara pisah sambut, Jakarta, Rabu (26/7). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet, meminta kepada semua pihak untuk menghentikan polemik dan perdebatan soal pengankatan Komjen M Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat. Sebaiknya, semua pihak memberikan kesempatan pada Iriawan atau Iwan Bule membuktikan dirinya netral dalam Pilkada Serentak 2018 di Jabar.

"Saya mengajak seluruh tokoh dan elite partai politik dan masyarakat kembali fokus pada agenda perlehatan pilkada serentak yang tinggal beberapa hari lagi kita gelar. Mari beri kesempatan Komjen Pol M Iriawan membuktikan bahwa dirinya bersikap netral dan pilihan pemerintah terhadap dirinya juga tidak salah," ujar Bambang dalam keterangan tertulis, Jumat (22/6/2018).

Secara pribadi, Bambang tidak mempersoalkan langkah pemerintah yang menunjuk Komjen Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar. Ada beberapa alasan terkait sikap tersebut.

Pertama, berdasar ketentuan Pasal 201 Ayat 10 UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada maka untuk mengisi kekosongan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur definitif.

Alasan lain adalaj posisi Komjen Iriawan bukan perwira Polri aktif. Sebab, Iriawan ditugaskan tidak di lingkungan Polri, tapi menduduki jabatan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas yang merupakan jabatan pimpinan tinggi madya.

Ketiga, sesuai ketentuan Pasal 109 ayat 3 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan ketentuan Pasal 147 dan 148 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN, maka jabatan pimpinan tinggi tertentu di lingkungan instansi pemerintah tertentu dapat diisi prajurit TNI dan anggota Polri sesuai dengan kompetensi berdasarkan peraturan perundang undangan.

"Dengan demikian maka JPT Madya tertentu pada instansi tertentu dapat diisi oleh Anggota Polri. Seperti Sestama Lemhanas yang diisi oleh Komjen M. Iriawan yg tentunya dalam pengangkatannya atas persetujuan Kapolri," beber Bambang.

Keempat, berdasar Pasal 28 ayat 3 UU Polri maka jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian.

"Berdasarkan hal-hal di atas maka pengangkatan Komjen M Iriawan sebagai penjabat gubernur Jabar sudah sesuai ketentuan peraturan perundang undangan dan tidak ada ketentuan UU yang dilanggar,” pungkasnya.

 


Soal Hak Angket

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo memberi sambutan saat peluncuran buku "14 Tahun Perjalanan KPK" di Gedung KPK, Jakarta (23/5). Buku tersebut berisi kumpulan foto yang direkam oleh jurnalis foto dan juga humas KPK. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Terkait rencana DPR yang akan menggunakan Hak Angket terkait penunjukan Pj Gubernur Jabar, Bambang tidak mempermasalahkannya. Karena parlemen punya hak melakukan penyelidikan. Aturan tentang hak angket juga diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3).

Sesuai Pasal 79 ayat 3 UU MD3, tutur Bambang, hak angket adalah hak DPR untuk menyelidiki pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

"Syarat untuk menggunakan hak angket adalah diusulkan oleh setidaknya 25 anggota DPR lintas fraksi," jelasa Bambang.

Pengusulan hak angket harus disertai dokumen yang memuat materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki serta alasan penyelidikan. Karena itu Bamsoet -panggilan akrab Bambang- menegaskan, DPR tidak bisa sembarangan menggunakan hak angket.

Dewan boleh menggunakan hak angket, namun harus memenuhi unsur adanya dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan oleh Pemerintah. Lebih dari itu, juga harus berkaitan dengan hal-hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya