Liputan6.com, Washington, D.C. - Mahkamah Agung Amerika Serikat mengatakan, polisi harus meminta izin pengadilan untuk melacak lokasi seseorang melalui telepon genggamnya. Nantinya, cara ini digunakan untuk melakukan penyelidikan kriminal.
Seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (23/6/2018), kabar ini adalah kemenangan besar bagi para pendukung hak privasi digital.
Advertisement
Mahkamah Agung, dengan perbandingan suara lima lawan empat mengatakan, data menara telepon seluler yang disimpan oleh perusahaan telepon dilindungi oleh Undang-Undang Dasar.
Oleh karenanya, polisi harus izin terlebih dahulu ke pengadilan untuk mendapatkan informasi itu.
Menurut keterangan dari Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat, John G. Roberts, Amandemen ke-4 UUD Amerika melindungi warganya dari upaya "penggeledahan dan penyitaan" yang tidak beralasan atas bahan-bahan informasi pribadi mereka.
"Amandemen itu tidak dengan sendirinya batal apabila seseorang memasuki ranah publik,” kata hakim Roberts.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pro dan Kontra
Empat orang Hakim Agung lainnya setuju dengan keputusan Roberts, tapi empat orang Hakim Agung yang beraliran konservatif menolaknya.
"Kami sangat berterima kasih atas keputusan Mahkamah Agung hari ini, yang mengatakan bahwa data lokasi telepon genggam dilindungi oleh Amandemen ke-4," ungkap Andrew Crocker, pengacara di Electronic Freedom Foundation.
Keputusan itu mencerminkan pengakuan Mahkamah Agung bahwa teknologi yang digunakan dalam zaman modern ini bisa mempengaruhi hak-hak privasi, dan karenanya Undang-Undang Dasar dan Amandemen ke-4 harus jelas tentang hal itu.
Nick Ackerman, pakar keamanan siber menegaskan, keputusan Mahkamah Agung itu membawa Amerika Serikat "satu langkah lebih dekat" ke Uni Eropa, yang punya peraturan ketat untuk melindungi hak privasi digital seseorang.
Advertisement