Liputan6.com, Teheran - Setelah Kerjasama Trans-Pacific dan Kesepatakan Iklim Paris, Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) merupakan perjanjian multilateral ketiga yang ditinggalkan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).
Pada 21 Mei 2018, Sekretaris Negara AS Mike Pompeo, mengeluarkan sejumlah tuntutan dan ancaman terhadap Iran.
Menurut Menteri Luar Negeri Iran Dr M Javad Zarif, melalui siaran pers yang diterima oleh Liputan6.com pada Minggu (24/6/2018), pernyataan Pompeo dianggap melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB 2231, sebuah resolusi yang disusun dan diusulkan oleh AS sendiri, dan diadopsi dengan suara bulat seluruh anggota tetapnya.
Menlu Zarif mengatakan bahwa 12 syarat yang diajukan oleh Pompeo sangat tidak masuk akal. Keputusan AS keluar dari JCPOA justru dinilai membuat Negeri Paman Sam terisolasi secara internasional, karena mengacaukan semangat diplomasi dan multilateralisme.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, Menlu Zarif juga mengaku tidak heran jika kemudian keputusan AS tentang kesepakatan nuklir Iran diabaikan dan ditanggapi secara negatif oleh komunitas internasional, termasuk oleh negara sahabat dan Sekutu.
"Hanya segelintir mitra AS yang menerima keputusan tidak bertanggung jawab itu," ujar Menlu Zarif.
"Saya benar-benar meragukan bahwa Menlu AS memiliki pengetahuan, meski sedikit, tentang sejarah dan budaya Iran, serta perjuangan meraih kemerdekaan," lanjut Menlu Zarif dengan sangsi.
Menlu Zarif berdalih bahwa AS seharusnya tahu bahwa mengakhiri intervensi asing dalam urusan domestik Iran, yang memuncak pada periode 25 tahun pasca-kudeta 1953, selalu menjadi salah satu tuntutan utama rakyat sejak sebelum Revolusi Islam.
Menurutnya, AS seharusnya sadar bahwa dalam 40 tahun terakhir, rakyat Iran telah menolak dan menggagalkan tekanan oleh Negeri Paman Sam.
Simak video pilihan berikut:
15 Tuntutan Iran Kepada AS
"Never forget", menurut Menlu Zarif, meruoakan mantra bagi Republik Islam Iran untuk percaya diri memperoleh kekuatan dan stabilitasnya, yang didukung oleh keberanian dan rasa cinta rakyat.
Sejarah, diakui Menlu Zarif, telah memberi kesaksian atas fakta bahwa AS yang merencanakan agresi terhadap tanah Persia.
"Seperti ksiah Saddam Hussein dan pendukung rezimnya, jatuh di tangan agresi AS," ujarnya.
"Tapi tidak dengan Iran, yang penuh dengan rasa bangga, bersemangat melanjutkan perjalanan menuju masa depan yang lebih baik," lanjut Menlu Zarif penuh semangat.
Menlu Zarif sangat meyayangkan bahwa dalam hampir dua tahun terakhir, kebijakan luar negeri AS --termasuk pada krisis nuklir Iran-- banyak didasarkan pada asumsi dan ilusi yang salah.
Turut disinggung pula bahwa presiden dan menteri luar negeri AS terus menerus membuat tuduhan tidak mendasar, yang bersifat provokatif terhadap Iran.
Untuk itu, mewakili pemerintah dan rakyat Iran, Menlu Zarif menyampaikan 15 tuntutan terhadap Amerika Serikat.
Beberapa poin penting dari tuntutan tersebut adalah pemerintah AS harus menghormati kedaulatan nasional Iran, meninggalkan kebijakan melalui ancaman kekerasan, dan Washington didesak mengakui keputusannya yang tidak beralasan.
Advertisement