Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, ikut menanggapi masalah yang tengah membelit Garuda Indonesia. Salah satunya kisruh antara manajemen dan karyawannya, yakni ancaman mogok kerja maupun kerugian yang sedang diderita.
Rizal mengatakan, langkah awal yang dapat dilakukan pemerintah adalah mulai dengan merombak dan membenahi jajaran direksi dan komisaris badan usaha milik negara (BUMN) itu.
Baca Juga
Advertisement
"Sebagai prasyarat awal perlu dilakukan overhaul komisaris dan manajemen Garuda. Masalah utamanya adalah pengangkatan direksi Garuda tidak berlandaskan kompetensi. Jumlah direksi terlalu banyak: delapan orang direksi," ungkapnya di Jakarta, Senin (25/6/2018).
Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah mengevaluasi kembali rute penerbangan maskapai penerbangan pelat merah itu. Rizal pun memandang kebijakan penjualan yang dilakukan selama ini kurang tepat.
"Rute manajemennya payah. Seharusnya direktur operasi harus dipilih lebih canggih. Strategi marketing Garuda Indonesia amburadul. Yang seharusnya premium airline malah 'dicampur' dengan strategi low cost carrier, seperti Citilink," kata dia.
"Padahal Garuda disegani karena reputasi, safety yang tinggi, dan memiliki kualitas pelayanan terbaik di dunia, dengan cara memberikan terlalu banyak diskon, bazar diskon dan promo tiket, sehingga brand premium Garuda luntur," ucap Rizal yang terkenal dengan jurus rajawali kepret.
Manajemen juga dipandang perlu untuk berani membatalkan dan menjadwalkan ulang pembelian armada yang belum dibutuhkan.
"Manajemennya tidak berani mengambil keputusan untuk pembatalan dan rescheduling pembelian pesawat-pesawat yang tidak diperlukan," ujar mantan Menko Bidang Perekonomian itu.
Reporter : Wilfridus Setu Embu
Sumber : Merdeka.com
Selanjutnya
Tak hanya itu, Rizal berpendapat beberapa kebijakan efisiensi yang dilakukan manajemen Garuda Indonesia saat ini, berupa pemotongan biaya, menurut Rizal tidak sepenuhnya tepat.
"Yang dilakukan manajemen hanya pemotongan biaya via cross cutting, cross the board. Sangat berbahaya jika yang dipotong anggaran di sektor training. Padahal, bisnis penerbangan intinya adalah safety-nya. Juga seharusnya direktur operasi tidak dilebur menjadi jadi direktur produksi," tegasnya.
Rizal berharap agar berbagai strategi untuk membenahi Garuda Indonesia segera dijalankan. Jika tidak, tren kerugian yang terjadi di tubuh Garuda bakal terus berlanjut.
"Garuda selama tiga tahun berturut-turut mengalami kerugian. Tahun 2014 USD 399,3 juta, Lalu 2017 sebesar USD 213,4 juta, dan 2018, perkiraan kami USD 256 juta," ujarnya.
"Sebetulnya di setiap korporasi merugi adalah soal biasa. Bisa karena sebab-sebab eksternal dan internal. Yang paling penting adalah perusahaan harus memiliki strategi untuk membalikkan situasi atau turn around strategy," tandasnya.
Advertisement