Sengketa Perdagangan Bebani Gerak Wall Street

Indeks Dow Jones Industrial Average mengakhiri sesi di bawah rata-rata pergerakan 200 hari untuk pertama kalinya sejak Juni 2016.

oleh Nurmayanti diperbarui 26 Jun 2018, 05:06 WIB
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Sengketa perdagangan yang meningkat antara Amerika Serikat (AS) dan negara-negara maju lainnya memukul  Wall Street. Indeks S & P 500 dan Nasdaq mencatat kerugian paling curam dalam lebih dari dua bulan.

Melansir laman Reuters, Dow Jones Industrial Average turun 328,09 poin, atau 1,33 persen, menjadi 24.252,8. Sementara indeks S&P 500 kehilangan 37,81 poin, atau 1,37 persen, menjadi 2,717.07. Adapun Nasdaq Composite turun 160,81 poin, atau 2,09 persen, menjadi 7.532,01.

Indeks Dow Jones Industrial Average mengakhiri sesi di bawah rata-rata pergerakan 200 hari untuk pertama kalinya sejak Juni 2016.

Sementara indeks S&P 500 turun 2 persen dipicu laporan bahwa Departemen Keuangan AS sedang menyusun pembatasan yang akan memblokir setidaknya 25 persen kepemilikan China pada perusahaan teknologi AS.

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin melalui pesan di Twitter, menuliskan jika kebijakan pembatasan akan berlaku, tidak secara khusus untuk China, tetapi bagi semua negara yang mencoba mencuri teknologi AS.

Namun indeks utama Wall Street hanya memangkas kerugian setelah penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro, menunjukkan sikap yang lebih lunak terkait pembatasan investasi melalui sebuah wawancara dengan CNBC.

Para investor mengatakan komentar Navarro agak meyakinkan tetapi masih meninggalkan ketidakpastian tentang hubungan perdagangan.

"Hal itu membantu, tetapi itu menunjukkan sinyal yang bertentangan dari pemerintah. Jadi situasinya tetap tidak tenang," kata Jim Awad, Direktur Pelaksana Senior Hartland & Co di New York.

Imbas dari ini, saham teknologi mencatat penurunan. Saham teknologi pada Nasdaq melemah 2,1 persen. Sementara saham teknologi pada Indeks S & P turun 2,3 persen, penurunan satu hari terbesar dalam lebih dari dua bulan.

Hal yang menambah kekhawatiran pada investor, yakni Harley-Davidson Inc mengatakan akan memindahkan produksi sepeda motor yang dikirim ke Uni Eropa ke fasilitas internasionalnya.

Diperkirakan bahwa tarif Uni Eropa akan merugikan perusahaan US$ 90 juta hingga US$ 100 juta per tahun. Ini membuat Saham Harley-Davidson jatuh 6,0 persen.

Pengumuman perusahaan sepeda motor yang ikonik itu menimbulkan kekhawatiran bahwa meningkatnya ancaman perdagangan dapat mengarah pada langkah serupa dari perusahaan lain dan meredam pertumbuhan ekonomi AS.

Sebanyak 7,74 miliar saham diperdagangkan di Bursa saham AS. Ini dibandingkan dengan 7,32 miliar rata-rata untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir.

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di Liputan6.com.

 


Wall Street pada Pekan Lalu

Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Wall Street mampu menguat pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan bursa saham di Amerika Serikat (AS) tersebut adalah saham-saham di sektor energi.

Indeks Dow Jones Industrial Average dan S&P 500 mampu parkir di zona hijau tetapi untuk Nasdaq Composite harus mengalami tekanan karena pelemahan saham-saham di sektor teknologi.

Mengutip Reuters, Sabtu (23/6/2018), Dow Jones Industrial Average naik 119,19 poin atau 0,49 persen menjadi 24.580,89. Untuk S&P 500 naik 5,12 poin atau 0,19 persen menjadi 2.754,88. Sedangkan Nasdaq Composite turun 20,14 poin atau 0,26 persen menjadi 7.692,82.

Harga minyak mentah AS ditutup naik 4,6 persen pada USD 68,58 per barel dan harga minyak Brent yang merupakan patokan global naik 3,4 persen menjadi USD 75,55 per barel.

Kenaikan ini terjadi setelah para produsen minyak setuju untuk menaikkan produksi di angka moderat sesuai dengan peningkatan permintaan global.

Harga saham Exxon Mobil naik 2,1 persen dan Chevron naik 2,0 persen. Kedua saham ini menjadi pendorong terbesar penguatan indeks acuan S&P 500. Sedangkan sektor energi di S&P naik 2,2 persen. Sektor ini mencatatkan kenaikan terkuat terkuat harian pada Juni.

"Ini berita besar. Baik mengenai kesepakatan OPEC sendiri maupun dampaknya kepada saham, jelas Chief Investment Strategist Inverness Counsel, New York, AS, Tim Ghriskey.

Pada perdagangan pekan ini, Dow Jones kehilangan 2 persen, kinerja mingguan terlemahnya sejak akhir Maret. Sedangkan untuk S&P 500 turun 0,9 persen dan Nasdaq turun 0,7 persen.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya