Pengamat Usul Pelaku UMKM Online Juga Kena PPh Final

Pengamat menilai pajak penghasilan 0,5 persen masih rasional dan tidak memberatkan bagi UMKM online.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jun 2018, 12:08 WIB
Pengrajin membuat patung di Jakarta, Jumat (16/3). Pemerintah berencana menurunkan tarif pajak penghasilan atas penjualan dibawah Rp4,8 miliar yang dikenakan tarif PP 46 sebesar 1% per bulan dari jumlah omzet, menjadi 0,5%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemberlakuan pajak penghasilan sebesar 0,5 persen pada UMKM konvensional diusulkan untuk dapat diberlakukan juga pada UMKM online.

Hal ini dinilai penting untuk menciptakan penyetaraan perlakuan antara UMKM konvensional dengan UMKM online. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Novani Karina Saputri mengatakan, angka PPh final sebesar 0,5 persen masih terbilang rasional dan tidak memberatkan. Terlebih transaksi penjualan UMKM online berpeluang lebih besar dibandingkan dengan UMKM konvesional.

"Potensi pajak penghasilan melalui perdagangan online terbilang sangat besar. Apalagi sekarang ini banyak sistem perdagangan offline bergeser menggunakan platform online. Yang penting adalah pemerintah sudah cukup adil dalam mengenakan pajak atas perdagangan e-commerce," ujar Novani di Jakarta, Selasa (26/6/2018).

Novani melanjutkan, pada dasarnya perdagangan online ini bersifat unik, aktivitas perdagangan terbilang sangat aktif karena dapat berjualan kapanpun selama terkoneksi dengan internet. Hal ini memunculkan peluang pendapatan dari pajak atas transaksi dagang tersebut.

"Tapi mendeteksi jumlah penjualan online tidak mudah karena ada banyak pihak yang terlibat dalam perdagangan online selain UMKM itu sendiri. Misalnya saja marketplace," ujar dia.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, jika pemerintah menyasar perdagangan online, pemerintah tidak hanya membicarakan mengenail ritel online, tetapi juga mencakup online platform dan classified ads yang juga melakukan transaksi melalui mekanisme elektronik.

Belum lagi e-commerce lintas negara dan penjualan yang tidak berupa barang seperti penjualan karakter online game, koran serta majalah online.

"Keragaman jenis ini adalah tantangan dalam penetapan pajak penghasilan untuk UMKM online. Pemerintah membutuhkan banyak pertimbangan yang mampu menangkap potensi pajak dengan kondisi-kondisi semacam tadi,” kata dia.

"Pemerintah juga harus memperjelas siapa pihak yang ditunjuk sebagai pemungut dan penyetor pajak transaksi online," tambah dia.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo telah menetapkan tarif baru pajak penghasilan untuk UMKM konvensional sebesar 0,5 persen atas omzet maksimal Rp 4,8 miliar per tahun. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018 dan berlaku efektif per 1 Juli 2018.

 

 

 

 

Reporter: Anggun P.Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

 


Pemangkasan PPh Final Genjot Daya Saing UMKM Indonesia

Pengrajin membuat patung di Jakarta, Jumat (16/3). Pemerintah berencana menurunkan tarif pajak penghasilan atas penjualan dibawah Rp4,8 miliar yang dikenakan tarif PP 46 sebesar 1% per bulan dari jumlah omzet, menjadi 0,5%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyambut baik kebijakan pemangkasan Pajak Penghasilan (PPh) final bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dari 1 persen menjadi 0,5 persen.

Pengurangan pajak ini dinilai akan meringankan beban UMKM serta memberikan dampak yang besar dalam kesempatan berusaha.Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Gati Wibawaningsih mengatakan, kebijakan ini telah dinanti lama oleh para pelaku IKM dalam negeri.

Pasalnya, pemotongan setengah dari beban pajak penghasilan itu akan menambah ruang mereka untuk semakin mengembangkan bisnis. "Sisanya bisa digunakan untuk kebutuhan operasional,” ujar dia di Jakarta, Minggu 24 Juni 2018.

Pemangkasan PPh bagi UKM ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 yang menyatakan PPh final sebesar 0,5 persen berlaku bagi usaha dengan omzet maksimal Rp 4,8 miliar dalam setahun.

Peraturan ini berlaku mulai 1 Juli 2018 sekaligus menggantikan peraturan sebelumnya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.Gati menilai kebijakan pengurangan PPh ini diperlukan di tengah gejolak perekonomian beberapa waktu terakhir. Di sisi lain, saat ini pemerintah tengah gencar meluncurkan beragam kemudahan untuk menggenjot IKM, seperti diperluasnya akses permodalan lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR).

"Tahun ini pemerintah juga telah mengubah ketentuan penyaluran suku bunga KUR menjadi 7 persen per tahun dari sebelumnya 9 persen per tahun,” ungkap dia.

Gati berharap, implementasi kebijakan ini dapat berdampak pada peningkatan kontribusi IKM dalam perekonomian nasional yang berperan juga terhadap pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja.

"Selain itu mampu mewujudkan IKM yang berdaya saing dan berperan signifikan dalam penguatan struktur industri nasional,” kata dia.Saat ini, lanjut Gati, Kemenperin tengah mendorong pembuatan material center bagi pelaku IKM agar mudah mendapatkan bahan baku. “Dengan begitu, kami berharap IKM dapat mencapai target pertumbuhan hingga 11 persen pada tahun ini,” lanjut dia.‎

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya