Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menyatakan pemerintah terlalu cepat menaikkan tarif cukai cairan rokok elektrik atau vape kepada pada pengusaha rokok dan industri vape di dalam negeri. Hal itu perlu ada tujuan yang jelas atas kebijakan yang diambil.
Advertisement
"Pertama, kita tidak bisa langsung secara drastis menaikkan tarif cukai ini, apalagi ini langsung 57 persen. Apalagi market untuk vape di RI ini memang bagus, saya pikir pemerintah harus bertahap jika ingin menaikkan tarif cukai ini," tutur dia kepada Liputan6.com, Selasa (26/6/2018).
Bhima juga menambahkan, alasan pemerintah untuk menjadikan industri vape legal di Indonesia perlu didukung dengan data pertumbuhan vape yang jelas. Namun, pemerintah tidak memiliki data untuk industri vape.
"Kalau memang tujuannya supaya jelas (legal industri), ya tunjukin datanya. Saya pikir pemerintah juga tidak memiliki data yang clear terkait industri vape kita di dalam negeri. Bagaimana dengan teman-teman yang di PHK nantinya?" kata Bhima.
Bhima menyatakan dijadikannya vape sebagai industri yang legal tidak serta-merta menjamin kelancaran dan kemudahan ekspor vape ke negara-negara tetangga.
"Ini juga enggak menjamin sebenarnya meski jadi legal industri, pemerintah harus menunjukan data yang jelas dulu terkait industri vape kita," ujar dia.
Sedangkan untuk dari aspek penyerapan yang diterima pemerintah, Bhima menyarankan sebaiknya pemerintah memiliki program yang jelas untuk ditawarkan, misalnya saja untuk aspek kesehatan.
"Aspek penyerapan yang diperoleh pemerintah ini juga harus jelas sebenarnya ingin dipakai untuk apa. Kan kita juga tidak pernah tahu secara persis lebih buruk mana, rokok atau vape," tutur dia.
"Jadi, sebagai contoh, bisa saja ini digunakan untuk earmarking, semacam peringatan bahwa vape lebih baik di konsumsi oleh orang yang berusia di atas 18 tahun, jadi untuk aspek penyerapan ini pun harus jelas kegunaanya," tambah dia.
*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di Liputan6.com.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pemerintah Incar Rp 200 Miliar dari Cukai Cairan Vape Mulai 1 Juli
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) akan mengenakan cukai atas cairan rokok elektrik atau vape sebesar 57 persen per 1 Juli 2018.
Dari kebijakan tersebut, pemerintah menargetkan penerimaan negara sekitar Rp 200 miliar."Hitungan kami, penerimaan Rp 100-200 miliar setahun penuh ya," kata Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar DJBC Sunaryo di Jakarta, seperti ditulis Kamis 21 Juni 2018.
Menurut dia, penerimaan negara dari pungutan cukai rokok elektrik sebesar 57 persen mulai 1 Juli ini bukan konsentrasi pemerintah. Sejatinya, lanjut Sunaryo, cukai sebagai upaya pengendalian konsumsi rokok elektrik. Sebagai informasi, data DJBC menunjukkan jumlah pengguna vape pada 2017 mencapai sekitar 900 ribu pengguna, dengan 650 ribu sebagai pengguna aktif.
"Kami tidak orientasinya ke masalah itu (penerimaan), tapi konsen kepastian hukum. Mengontrol konsumsi, harga, supaya tercatat di pita cukai. Jadi, dominan untuk pengendalian," kata dia.
Lebih jauh Sunaryo menjelaskan, DJBC juga akan meningkatkan pengawasan terhadap peredaran cairan vape. Dengan kebijakan cukai ini, diharapkan bisnis cairan rokok elektrik di Indonesia tercatat resmi atau legal.
"Ini efeknya bagus buat ekspor karena tawaran untuk ekspor banyak sekali ke Inggris, Malaysia, Amerika Serikat (AS) karena produk Indonesia lebih bagus daripada negara lain. Sebab selama ini mau ekspor, belum ada izin," terangnya.
Dirinya mengaku, kebijakan cukai sebesar 57 persen sudah didiskusikan dengan para pengusaha vape. Salah satunya menentukan delapan harga cairan vape yang akan beredar di pasaran, terendah Rp 10 ribu dan Rp 120 ribu paling mahal.
"Delapan harga (cairan rokok elektrik) ini yang menentukan pengusaha. Jadi tidak ada komplein harusnya. Ini sektor baru, kami benar-benar mengarahkan mereka usaha dengan legal, jadi kami tidak semena-mena, enggak gebyah uyah, semua terukur," ujar Sunaryo.
Advertisement