Pengamat Sebut Utang RI Bukan Rp 9.000 Triliun tapi Rp 4.100 T

Data utang Indonesia yang komprehensif dimiliki Bank Indonesia. Baik itu utang pemerintah maupun dengan swasta.

oleh Bawono Yadika diperbarui 26 Jun 2018, 15:24 WIB
Ilustrasi utang pemerintah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subiakto terkait utang Indonesia yang menembus Rp 9.000 triliun terus menuai pro kontra.

Ekonom Senior Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai bahwa utang Indonesia tidaklah sebesar itu.

"Utang Indonesia sebenarnya tidak sebanyak itu. Jadi salah kalau kita bilang Rp 9.000 triliun ini utang RI," tutur dia kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (26/5/2018).

Piter berpendapat data utang Indonesia yang komprehensif dimiliki Bank Indonesia. Baik itu utang pemerintah maupun dengan swasta.

"Itu (utang) data semua ada di BI. BI itu ibaratnya juru bayar pemerintah. Bahkan untuk data utang swasta BI yang punya administrasinya. Yang pasti utang kita tidak sebesar itu," dia mengatakan.

Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira turut mengatakan hal yang sama. Utang pemerintah hanya mencapai Rp 4.100 triliun saja.

"Utang pemerintah kita itu Rp 4.100 triliun, mungkin Rp 9.000 triliun ini jika ditambah dengan swasta. Tapi ini perbandinganya sebenarnya tidak fair. Kalau di luar negeri, utang pemerintah itu (government debt) dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi (pdb), bukan dengan swasta, jadi ini memang tidak fair," pungkas Bhima.

Namun, Bhima menekankan pentingnya untuk memiliki rasa waspada pada utang yang dimiliki dalam negeri. Khususnya untuk mencegah krisis moneter yang dulu pernah terjadi.

"Saya rasa pesan Pak Probowo ini lebih kepada, jangan lupa sense of crisis yakni rasa waspada dengan utang kita. Karena kebetulan momennya juga pas dengan pelemahan rupiah yang kini terus terjadi. Ini otomatis membuat utang luar negeri kita menjadi semakin lebih mahal," dia menandaskan.


Utang Pemerintah RI Turun Jadi Rp 4.169 Triliun

Petugas menunjukkan uang kertas rupiah di Bank BUMN, Jakarta, Selasa (17/4). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Utang pemerintah Indonesia menciut. Totalnya kini mencapai Rp 4.169,09 triliun hingga Mei 2018. Jumlah ini turun Rp 11,52 triliun dibanding posisi April lalu yang sebesar Rp 4.180,61.

Dikutip Liputan6.com dari data APBN Kita Edisi Juni, Jakarta, Senin (25/5/2018), utang pemerintah Indonesia per Mei ini yang sebesar Rp 4.169,09 triliun, terdiri atas pinjaman Rp 767,82 triliun dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.401,77 triliun.

Merinci lebih dalam, pinjaman senilai Rp 767,82 triliun itu, terdiri atas pinjaman luar negeri yang nilainya sebesar Rp 762,41 triliun dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,40 triliun.

Adapun pinjaman luar negeri Rp 762,41 triliun bersumber dari pinjaman bilateral yang senilai Rp 322,01 triliun, multilateral Rp 397,80 triliun, pinjaman komersial Rp 41,38 triliun, dan suppliers Rp 1,22 triliun.

Sementara dari penerbitan surat utang atau SBN yang senilai Rp 3.401,77 triliun hingga akhir Mei ini, berasal dari SBN berdenominasi rupiah senilai Rp 2.408,40 triliun dan denominasi valuta asing (valas) sebesar Rp 992,87 triliun.

Dengan total utang pemerintah pusat sebesar Rp 4.169,09 triliun hingga bulan kelima ini setara dengan rasio utang 29,58 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Turun dari posisi rasio bulan sebelumnya yang sebesar 29,88 persen dari PDB.

Adapun nilai PDB Indonesia sampai dengan Mei 2018 diperkirakan mencapai Rp 14.092,72 triliun. Dengan jumlah PDB tersebut, rasio utang pemerintah per akhir Mei tetap terjaga di bawah 30 persen atau sebesar 29,58 persen.

Persentase atau rasio utang tersebut masih jauh di bawah batas 60 persen terhadap PDB sebagaimana ketentuan Undang-undang (UU) Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003.

Dalam kurun waktu hingga Mei ini, pemerintah telah membayar bunga utang sebesar Rp 112,48 triliun atau 47,14 persen dari alokasi Rp 238,61 triliun di APBN 2018.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya