Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Anang Sugiana Sudiharjo 7 tahun penjara atas korupsi proyek e-KTP. Direktur Utama PT Quadra Solution itu dianggap bersalah dengan memperkaya diri sendiri atau korporasinya dari pengerjaan proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa pidana 7 tahun denda Rp 1 miliar atau pidana enam bulan kurungan," ucap Jaksa Lie Putra Setyawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (28/6/2018).
Advertisement
Anang Sugiana dianggap terbukti menjadi keran uang korupsi untuk Setya Novanto sebesar US$ 7,3 juta dari proyek tersebut. Uang-uang itu kemudian disebar melalui berbagai money changer agar menghindari deteksi perbankan.
Sementara hal yang memberatkan dari tuntutan jaksa untuk Anang lantaran tidak mendukung program pemerintah, serta tindakannya menimbulkan kerugian negara dan berdampak luas.
Hal yang meringankan dari tuntutan tersebut adalah terdakwa memberikan keterangan yang tidak berbelit-belit dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Anang Sugiana juga dituntut membayar uang pengganti Rp 39,392 miliar. Uang tersebut harus dibayar selama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila tidak mampu membayar sebagaimana ketetapan, aset milik Anang akan dilelang.
Jika nilai aset tidak mencapai jumlah uang pengganti, maka pidana digantikan dengan pidana penjara 7 tahun.
*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel.
Keterlibatan Anang
Pada korupsi proyek e-KTP, Anang menemui Direktur PNRI saat itu, Isnu Edhi Wijaya, di kantornya dan menyampaikan keinginannya bergabung dengan konsorsium PNRI untuk pengerjaan proyek e-KTP. Saat itu, Isnu mengatakan, proyek senilai Rp 5,9 triliun itu milik Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Anang kemudian menemui Andi dan ikut serta dalam pertemuan di ruko Fatmawati, Jakarta Selatan. Kemudian di kantor PNRI, terdapat pertemuan yang dihadiri oleh Paulus Tanos selaku Direktur PT Sandipala Arthaputra, Andi Narogong, dan Isnu Edhi Wijaya. Di sana Anang menyampaikan keinginannya ikut serta proyek tersebut.
Saat itu, Isnu menyampaikan syarat bahwa keikutsertaan lelang adalah tanggungan komitmen fee 10 persen dari peserta ke beberapa pihak dengan rincian 5 persen untuk DPR dan 5 persen untuk Kementerian Dalam Negeri. Anang pun menyanggupi syarat tersebut.
"Atas hal tersebut, terdakwa bersalah menyanggupinya dengan mengatakan saya ikut aturan mainnya," ujar Jaksa.
Dalam prosesnya, Anang beberapa kali menggelontorkan uang di antaranya US$ 200 ribu dan Rp 2 miliar untuk pengacara Hotma Sitompul terkait adanya gugatan pengumuman lelang e-KTP ke Polda Metro Jaya.
Kemudian, Anang kembali mengikuti pertemuan di apartment milik Paulus Tannos. Di sana disampaikan bahwa tanggung jawab komitmen fee bagi Setya Novanto sebesar USD 3,5 juta ada pada dirinya.
"Dananya akan diambil dari bagian pembayaran PT Quadra Solution kepada Johannes Marliem melalui perusahaan Biomorf Mauritius dan PT Biomorf Lone Indonesia untuk kemudian ditransfer ke rekening Made Oka Masagung di Singapura dan akhirnya diserahkan kepada Setya Novanto," ujarnya.
Guna mengelabui adanya realisasi korupsi kepada Setya Novanto, Anang mentransfer ke beberapa rekening perusahaan dan money changer tertentu baik dalam atau luar negeri.
Anang bersama Johannes Marliem selaku vendor penyedia AFIS L-1 kemudian merealisasikan jatah untuk mantan ketua DPR itu dengan total US$ 7,3 juta melalui beberapa money changer dan beberapa rekening perusahaan.
Atas perbuatannya, Anang dituntut melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement