Liputan6.com, Jakarta Profesi dokter tidak lepas dari kasus gugatan malapraktik. Malapraktik termasuk kelalaian dalam standar profesional yang berlaku umum. Ada pelanggaran, khususnya bidang medis yang menyebabkan pasien menderita kerugian.
Baca Juga
Advertisement
Dalam acara "Diskusi Nasional Kesadaran Hukum Kedokteran 2018", Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ilham Oetama Marsis mengungkapkan, dampak dari gugatan malapraktik ini memunculkan fenomena defensive medicine.
"Defensive medicine terjadi ketika dokter mengajukan dan melakukan prosedur medis, pemeriksaan medis, kunjungan pasien atau menghindari pasien/prosedur risiko tinggi. Ini dilakukan dengan pertimbangan utama untuk menghindari kemungkinan malapraktik," papar Marsis di Hotel Aryaduta Tugu Tani, Jakarta, Kamis (28/6/2018).
Adanya fenomena ini membuat para dokter menjadi lebih berhati-hati. Di sisi lain, sebagaian besar dokter menjadi ketakutan terhadap tindakan kedokteran yang diambilnya sendiri.
Simak video menarik berikut ini:
Jenis defensive medicine
Marsis mengungkapkan, fenomena defensive medicine terdiri atas dua jenis, yakni defensive medicine positif dan negatif. Hal tersebut sudah tercantum dalam The Congressional Office of Technology Assessment (OTA) tahun 1994.
"Dokter yang mengajukan dan melakukan prosedur atau pemeriksaan medis berdasarkan pertimbangan utama menghindarkan kemungkinan tuntutan malapraktik itu digolongkan melakukan defensive medicine positif," ungkap Marsis.
Sementara itu, dokter yang menghindari pasien atau prosedur tertentu berdasarkan pertimbangan utama menghindarkan gugatan malapraktik digolongkan melakukan defensive medicine negatif.
Advertisement
Dampak defensive medicine
Fenomena defensive medicine akan memunculkan beberapa dampak yang akan merugikan pasien, dokter, dan pelayanan kesehatan.
Dampaknya antara lain terjadi pemeriksaan medis berlebihan, peningkatan prosedur operasi (misal, peningkatan operasi sesar), dan kenaikan biaya kesehatan.
"Bagi lulusan peserta program pendidikan spesialis akan mencari daerah dengan angka gugatan malapraktik terendah," Marsis melanjutkan.
Dari sisi fasilitas pelayanan kesehatan, pihak faskes harus menggaji Risk Manager dan pengacara untuk menjaga segala kemungkinan adanya gugatan malapraktik. Biaya yang dikeluarkan faskes untuk memenuhi kebutuhan itu pun meningkat.