Investor Pembangkit EBT Sulit Dapat Kredit, Pemerintah Cari Jalan Keluar

Sulitnya investor pembangkit listrik EBT mendapatkan pendanaan dikarenakan tingginya bunga pinjaman.

oleh Merdeka.com diperbarui 28 Jun 2018, 19:44 WIB
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 46 proyek pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) yang telah ditandatangani kontraknya atau Power Purchase Agreement (PPA) antara PT PLN (Persero) dengan pengembang swasta atau Independen Power Producer (IPP) terancam batal dibangun.

PT PLN (Persero) telah mewanti-wanti soal ada batas waktu dalam kontrak yang telah ditandatangani. Bila proyek tak dapat terlaksana hingga batas waktu tersebut maka kontrak dapat dibatalkan.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Harris, mengatakan meskipun wewenang membatalkan kontrak sepenuh hak PLN, namun, di mengharapkan investor yang kesulitan pendanaan tersebut diberi cukup waktu untuk dapat menunaikan poin perjanjian.

"Itu kebijakan PLN. Kita sampaikan informal, itu diberikan kesempatan dulu," ungkapnya saat ditemui di sela-sela dialog 'Weekly Forum', di Auditorium Gedung Sindo, Jakarta, Kamis (28/6/2018).

Dia mengatakan untuk membantu investor Pemerintah berupaya memfasilitasi berbagai alternatif sumber pendanaan agar investor dapat segera mengembangkan proyek. Sebab Alasan utama terhambatnya pengembangan proyek-proyek tersebut dikarenakan investor mengalami kendala dalam memperoleh pendanaan.

"Yang 70 kontrak PPA itu tidak semuanya kecil-kecil ada yang kapasitas besar. Itu (kapasitas besar) umumnya bisa jalan sendiri dapat pembiayaan sendiri, tapi yang sifatnya kecil mereka dapat kesulitan pembiayaan," jelas dia.

Sulitnya investor pembangkit listrik EBT mendapatkan pendanaan, kata dia dikarenakan tingginya bunga pinjaman bank serta belum adanya keyakinan dari industri perbankan terhadap investor.

"Mereka kalau mau akses permbiayaan bank lokal mereka selalu hadapi bunga tinggi. Ini kan terkait resiko berapa rate diberikan tergantung risiko si perusahaan, jadi itu yang masih sulit untuk diturunkan," kata dia.

"Padahal sebenarnya, kalau ini sudah dibangun bisa dikembalikan modalnya, misalnya PLTS di timur Indo DPP umpan, kontrak 20 tahun sebenarnya sudah bisa, tapi bank lokal kita masih lihat belum familiar dengan projek terbarukan dan konverasi energi," imbuhnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 


Gandeng OJK

Seorang petugas memeriksa panel surya di kantor Kementrian ESDM, Jakarta, Rabu (2/3/2016). Dalam APBN 2016, Kementerian ESDM mengalokasikan dana sebesar Rp 1,4 triliun untuk pengembangan aneka energi terbarukan. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Pihaknya, kata dia, juga terus menjalin komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait berbagai opsi untuk memfasilitasi investor memperoleh pendanaan dari perbankan.

"OJK ada kebijakan green finance dan ada target tertentu untuk belanja. Artinya atur bank memberikan porsi pembiayana untuk projek green termasuk EBT. Kita sudah fasilitasi pertemukan dengan OJK, pada waktu itu harapkan ada list profil perusahaan 46 itu, kemudian projek yang dibangun dan dari situ nanti akan dibicarakan mekanisme apa yg lebih pas,"

Diharapkan dengan demikian, investor pembangkit EBT dapat mendapatkan pendanaan proyek sebelum tenggat waktu yang ditetapkan dalam kontrak dengan PLN.

"Nggak lah. Masih ada kesempatan (bagi investor untuk memenuhi tanggung jawab)," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya