MK Tolak Legalkan Ojek Online, Ini Reaksi Menhub

MK menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 29 Jun 2018, 14:00 WIB
Pengemudi ojek online melakukan konvoi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi memganggap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk melegalkan ojek online sudah tepat. Sebab ojek online bisa tetap berjalan tanpa harus dimasukkan dalam Undang-undang (UU).

Menurutnya, kehadiran ojek online memang sebuah keniscayaan dari terus berkembangnya teknologi. Di sisi lain kebutuhan masyarakat akan moda transportasi yang praktis menjadi satu hal yang sudah terjadi.

"Segala hal memungkinkan bisa diatur dalam UU, tapi apa ojek online ini perlu. Saya tidak merasa ada urgency untuk itu," kata dia di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Jumat (29/6/2018).

Menurut Budi Karya, ojek online ini bisa diatur dengan sistem kearifan lokal. Dengan begitu, pemerintah daerah lah yang seharusnya mengatur mengenai ojek online tersebut.

Instruksi mengenai pengaturan ojek online oleh pemerintah daerah ini sebenarnya sudah disampaikan Menhub beberapa waktu lalu. Hanya saja, sampai saat ini para pengemudi ojek online tetap ingin moda transportasinya diatur dalam UU.

"Untuk itu, kita berikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola," tegasnya.

Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi (MK), institusi ini menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum. Dengan begitu, ojek online berbeda dengan taksi online yang statusnya sebagai alat transportasi umum diakui negara.

 


Selanjutnya

Pengemudi ojek online (Liputan6.com/Arya Manggala)

Dalam sidang, MK menolak gugatan uji materi UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) terkait penggunaan angkutan umum. Ketentuan tersebut hanya mengatur kendaraan umum roda empat, sedangkan untuk transportasi roda dua atau ojek belum diatur.

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman.

Kasus bermula saat pengemudi ojek online, Yudi Arianto, dan 16 rekannya menggugat UU LLAJ. Merasa haknya tidak dijamin UU, mereka memberikan kuasa kepada Komite Aksi Transportasi Online (KATO). Pemohon meminta agar transportasi online diakui sebagai transportasi umum, seperti halnya taksi online.

Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan ojek online tetap dapat berjalan meski tidak diatur dalam UU LLAJ. Menurut hakim, polemik ojek online ini bukan permasalahan konstitusional. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya