Liputan6.com, San Francisco - Twitter memutuskan kebijakan terbaru untuk mengawasi dan mengungkap pembayar iklan-iklan politik di platform mereka.
Dilansir CNET, Sabtu (30/6/2018), kebijakan ini diambil menyusul datangnya musim kampanye di Amerika Serikat (AS).
Twitter akan memberikan informasi pada pengguna mengenai iklan-iklan politik yang muncul di linimasa mereka, seperti siapa yang membayar iklan tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Hal ini dijelaskan oleh Bruce Falck, General Manager of Revenue Product. Twitter juga akan berusaha menjelaskan pada pengguna terkait alasan mengapa mereka bisa melihat iklan politik tersebut di linimasa.
"Ini akan membuat pengguna bisa mengidentifikasi iklan kampanye politik dengan mudah, serta siapa yang membayar iklan itu, dan apakah iklan itu disetujui oleh kandidat," tulis Falck.
Lewat portal Ads Transparancy Center yang dibuat Twitter, pengguna bisa menemukan pengiklan di platform mereka. Perhatian lebih juga akan diberikan terhadap pengiklan kampanye politik.
Langkah Twitter ini merupakan satu dari rangkaian reformasi yang dilakukan perusahaan teknologi terkait iklan.
Salah satunya untuk memastikan tidak ada negara asing yang mencoba menyusup lewat kampanye politik di media sosial.
Tidak hanya Twitter, Facebook juga melakukan hal yang sama di platform mereka, termasuk di Instagram.
Google pun mengambil langkah serupa agar masyarakat bisa melihat pengeluaran terkait iklan politik di layanannya seperti YouTube.
Facebook Turut Ungkap Iklan Politik
Menjelang pesta politik di Indonesia, Facebook akan melakukan upaya transparansi iklan pada partai politik yang membeli iklan di platform mereka.
Peraturan iklan ini berupa pemberitahuan iklan-iklan mana saja yang ternyata disponsori partai politik di Facebook, meskipun secara eksplisit mungkin tidak membahas politik.
"Untuk saat ini, baik itu iklan politik atau bisnis, prinsipnya harus ada informasi dulu mengenai identitas mereka sebelum masuk ke ads manager. Jadi kalau iklan politik, untuk saat ini proses political ads diperlakukan seperti membeli ads pada umumnya, itu kriterianya sama," ungkap Ruben Hattari, Public Policy Lead Facebook Indonesia.
Dengan adanya transparansi iklan yang dilakukan Facebook, maka pemain politik tidak bisa lagi membeli iklan secara terselubung.
"Misal ada partai atau kandidat yang belanja iklan untuk kepentingan politik dan kampanye, itu nanti akan ada tulisan iklan kampanye di atas kanan, dan bila diklik akan terlihat iklan ini dibelanjakan partai apa, kandidatnya siapa, dan pihak tersebut sudah belanja di mana saja dam seperti apa," terang Ruben.
"Itu penting karena kita tidak ingin platform kami digunakan untuk kepentingan berpolitik dengan tidak selayaknya. Bila mau iklan politik tapi mereka ibaratnya pakai iklan terselubung, kita mencoba menghilangkan hal-hal seperti itu," tukasnya.
Ruben menyebut peraturan tersebut rencananya akan masuk ke Indonesia pada 2018 ini, meskipun rincian terkait jumlah dana pembelian iklan masih perlu disesuaikan pada konteks negara ini.
Dengan peraturan ini diharapkan pemain politik praktis dapat lebih transparan dalam melakukan kampanye di Facebook.
Advertisement
Eropa Juga Perketat Aturan Iklan di Internet
Para perusahaan teknologi juga sedang membenahi peraturan mereka terkait iklan akibat adanya peraturan digital baru di Uni Eropa.
Sebuah regulasi bernama General Data Protection Regulation (Regulasi Perlindungan Data Umum, GDPR) sudah mulai diterapkan di Eropa pada 25 Mei 2018.
Aturan yang tertuang di GDPR sangatlah pro pada data milik rakyat, dan memaksa perusahaan yang membuka usaha di Eropa untuk mengikuti peraturan.
Mengenai hal tersebut, ternyata para perusahaan yang mencari keuntungan lewat iklan menjadi resah, sehingga Google harus mengatur strategi dengan menenangkan mereka, demikian laporan Reuters.
Dalam sebuah siaran privat, pihak Google di New York telah berbicara dengan perusahaan iklan, dan menyatakan Google akan merilis alat untuk membantu pengiklan pada Juni dan Agustus mendatang.
Salah satu pihak yang hadir mengapresiasi dialog Google. Menurutnya, tidak ada panduan komprehensif yang disediakan untuk mengikuti GDPR.
"Pertemuan produktif di Google hari ini bersama banyak penerbit di sekeliling meja. Sesi Q&A sangat mumpuni dan momentum positif. Menyoroti tantangan dari mengikuti hukum saat tuntunan yang ada sangat sedikit," cuit Dave Grimaldi, Executive Vice President, Interactive Advertising Bureau, lewat akun Twitternya.
Perusahaan iklan pantas saja menjadi resah, sebab GDPR akan mengawasi ketat pihak yang melacak aktivitas online pengguna, baik itu untuk alasan belanja maupun perbankan.
Reuters menyebut kemungkinan terburuk bagi Google dan pengiklan adalah bila pengguna menolak berbagi data personal mereka, pendapatan iklan bisa menurun.
Perusahaan di Eropa pun tengah mencari bantuan ke konsultan, mitra bisnis, dan regulator guna menyesuaikan dengan GDPR.
Apabila ada perusahaan yang melanggar GDPR, salah satu hukumannya adalah denda sebanyak empat persen dari keuntungan perusahaan.
(Tom/Jek)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini