Beri Jawaban Berkelit, Legislator Inggris Kecam Facebook

Ketua Komite Damian Collins mengatakan, klaim bahwa Facebook tidak dapat membedakan iklan politik dan nonpolitik.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jun 2018, 17:05 WIB
Ilustrasi Facebook (iStockPhoto)

Liputan6.com, London - Ketua komisi media di parlemen Inggris mengecam Facebook atas apa yang disebutnya perilaku berkelit dalam menjawab pertanyaan mengenai berita palsu.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (30/6/2018), Ketua Komite Damian Collins mengatakan, klaim bahwa Facebook tidak dapat membedakan iklan politik dan nonpolitik "sukar dipercaya."

Ia menyebut beberapa contoh di mana tanggapan Facebook tidak memadai, termasuk penolakan untuk berbagi informasi mengenai berapa banyak dana yang dicurahkan untuk keamanan.

"Dalam tanggapan tersebut, Facebook terus menunjukkan pola perilaku berkelit, pola yang muncul selama penyelidikan kami," ujarnya.

"Perusahaan itu tampaknya lebih menyukai pemeriksaan yang minimal, bukannya yang cermat."

Facebook tidak menanggapi secara langsung tuduhan Collins mengenai sikap berkelit itu, tetapi menyatakan bahwa perusahaan itu sebelumnya pernah hadir di hadapan komite pimpinan Collins.

"Kami menyambut baik kesempatan untuk membantu komite dengan penyelidikannya, itu sebabnya Direktur Eksekutif Teknologi Facebook Mike Schroepfer memberi waktu hampir lima jam untuk bersaksi kepada komite media pada bulan April dan kami telah menanggapi setiap pertanyaan yang disampaikan komite kepada kami," sebut Facebook dalam suatu pernyataan.

Facebook menambahkan bahwa perusahaan itu terus terlibat dengan komite untuk memberikan setiap informasi lebih jauh yang mungkin mereka perlukan.

Facebook menghadapi pengawasan cermat secara global terkait tuduhan bahwa perusahaan konsultan politik Cambridge Analytica menggunakan data dari puluhan juta pemilik akun Facebook untuk membantu kampanye kepresidenan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika tahun 2016.

Collins tidak menyembunyikan ketidaksenangannya karena pemimpin Facebook Mark Zuckerberg telah menolak memberi kesaksian di hadapan komite.

Begitu pula para anggota komite media tidak menyembunyikan perasaan frustrasi mereka terhadap Schroepfer dalam kesaksiannya pada April lalu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Mark Zuckerberg Minta Maaf Seputar Skandal Facebook

Ilustrasi Facebook (iStockPhoto)

Bos Facebook, Mark Zuckerberg, meminta maaf seputar keterlibatan sosial media yang ia kelola dalam skandal eksploitasi data Cambridge Analytica.

Zuckerberg menyampaikan permintaan maaf itu dalam testimoni tertulis yang ia siapkan untuk menghadap kepada Kongres Amerika Serikat, yang menurut jadwal, akan berlangsung dua kali pada pekan ini. Demikian seperti dikutip dari media Kanada The Toronto Star.

"Itu (skandal Facebook - Cambridge Analytica) adalah kesalahan saya dan saya minta maaf," kata Zuckerberg dalam testimoninya yang dirilis oleh Kongres AS.

Ia dijadwalkan bertemu dengan salah satu komisi Kongres AS pada Senin 9 April 2018 waktu setempat.

Alumni Harvard University itu juga menyampaikan bahwa perusahaannya tidak cukup melindungi informasi para pengguna dan menjaga keberlangsungan demokrasi.

"Jelas bahwa kami tidak melakukan langkah dan mekanisme yang cukup untuk mencegah hal-hal semacam itu digunakan untuk maksud yang berbahaya, mencakup berita palsu, campur tangan asing dalam pemilu, pidato kebencian, dan privasi data," lanjut Zuckerberg.

"Kami tak berpandangan luas tentang tanggung jawab kami, dan itu adalah kesalahan yang sangat besar," tambah sang CEO Facebook.

Sekitar 87 juta akun pengguna Facebook menjadi korban eksploitasi data yang dilakukan oleh firma 'Big Data' asal Inggris, Cambridge Analytica.

Facebook dituduh membiarkan -- bahkan dituding dengan sengaja mengizinkan serta memfasilitasi -- eksploitasi data yang dilakukan oleh Cambridge Analytica.

Firma itu kemudian mengolah dan menganalisis data tersebut demi keuntungan klien mereka -- termasuk mempengaruhi Pilpres AS 2016 yang berujung pada kemenangan Donald Trump sebagai presiden, pencemaran Kandidat Presiden AS Hillary Clinton, dan animo referendum rakyat Inggris yang berujung pada keluarnya Inggris dari Uni Eropa alias Brexit.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya