Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) mengaku siap untuk memberikan down payment (DP) atau uang muka untuk Kredit Pembiayaan Rumah (KPR) sebesar 0 persen. Hal ini sebagai respons kebijakan baru Bank Indonesia yang merelaksasi DP untuk pembelian rumah pertama.
Hanya saja, kebijakan mengenai DP 0 persen ini harus memenuhi beberapa syarat. Salah satu berkaitan dengan likuiditas BNI pasca kenaikan bunga acuan menjadi 5,25 persen oleh Bank Indonesia dan juga profil developer.
"Tentunya ini kita lihat situasinya. Artinya tidak berlaku untuk semua developer, properti, kita lihat juga. Kalau seandainya demand dari propertinya bagus ya kita berani kasih DP 0 persen. Artinya kalau ada apa-apa ya aman. Lihat risiko profilnya, customernya, developernya, ini pengaruh," papar Direktur Utama BNI Achmad Baiquni di kawasan Patra Kuningan, Jakarta, Sabtu (30/6/2018).
Baca Juga
Advertisement
Namun demikian, Baiquni mengaku optimistis dengan relaksasi kebijakan LTV oleh Bank Indonesia ini akan meningkatkan permintaan properti itu. "Tapi kalau syarat itu untuk rumah pertama rasanya saya berani ya (DP 0 persen)," kata dia.
Bahkan Baiquni mengaku tak terlalu khawatir terhadap rasio kredit bermasalah (NPL) yang akan meningkat. BNI selama ini menerapkan pembiayaan di properti yang lokasinya strategis.
Dengan berbagai rencana yang dilakukan BNI tersebut, Baiquni mengaku tetap menargetkan penyaluran kredit antara 13-15 persen sepanjang 2018. Angka ini tidak berubah dari target yang ditetapkan di awal tahun.
Alasan BI Relaksasi Aturan Uang Muka Kredit Rumah
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mulai 1 Agustus 2018 membebaskan aturan pembayaran down payment (DP) atau uang muka untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) rumah pertama. Dengan demikian besaran DP diserahkan ke masing-masing perbankan.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo membeberkan sejumlah alasan bank sentral untuk melonggarkan DP KPR. Pertama, untuk mendorong pembelian rumah untuk investasi. Selama ini, minat masyarakat terutama usia muda masih cukup tinggi untuk memiliki rumah.
"Sasaran relaksasi makro ini mendorong first time buyer pada saat yang sama stimulus untuk pembelian rumah invetasi. Selama ini tipe LTV properti sebagian besar dinikmati kelompok usia 36 sampai 45 tahun. Mereka kelompok muda. Demikian kami juga melihat bahwa kemampuan buyer dari nasabah cukup besar," ujar dia di Gedung BI, Jakarta, Jumat 29 Juni 2018.
Perry menjelaskan, aturan yang sama mengenai pelonggaran LTV pada 2016 telah mampu meningkatkan pertumbuhan kredit dan pembiayaan pemilikan rumah melalui perbankan. Namun, belum cukup optimal di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang membaik dengan risiko yang masih terjaga.
"Penyempurnaan ketentuan mengenai Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) yang dilakukan Bank Indonesia pada tahun 2016 telah mampu meningkatkan pertumbuhan KPR yang diberikan bank. Tapi itu belum cukup optimal di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang membaik dengan risiko yang masih terjaga," ujar Perry.
Perry menambahkan, siklus kredit properti masih berada pada fase rendah tetapi masih memiliki potensi akselerasi yang didukung oleh penyediaan dan permintaan terhadap produk properti yang mulai meningkat dan kemampuan debitur yang masih baik.
"Selain beberapa faktor tersebut, sektor properti merupakan sektor yang memiliki efek pengganda yang cukup besar terhadap perekonomian nasional," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement