Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pusat Studi Sosial Politik Indonesia Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menyatakan, lembaga survei yang ada saat ini banyak berperan sebagai lembaga konsultan calon atau partai politik.
Perubahan itu dianggap Ubedillah pencemaran demokrasi karena hasil survei berpotensi menggiring opini pemilih.
Advertisement
"Sebetulnya kontestasi yang seperti ini menimbulkan gejolak. Bangsa kita dengan keragaman yang besar ini tidak hanya berpotensi gejolak politik tapi juga sosial. Di sini bagaimana seharusnya lembaga survei gejolak politik tapi tidak bergejolak di sosial," ujar Ubedillah, Jakarta, Sabtu (30/6/2018).
Oleh sebab itu, dia menyarankan agar lembaga surve harus lebih transparan terhadap data yang mereka peroleh dalam melakukan survei.
Dia menyarankan agar lembaga survei berani membuka data dari hasil survei mereka, meski diakuinya hal itu sulit dilakukan dengan pertimbangan dana besar.
Selain itu, Ubedilah juga menuturkan lembaga survey harus berani menyatakan dirinya sebagai lembaga konsultan atau bukan dikarenakan hal itu juga akan berdampak dengan transparansi anggaran yang selama ini digunakan oleh lembaga survei.
Giring Opini Publik
Kritik terhadap lembaga survey juga disuarakan Direktur Populi Center Usep S Ahyar. Dia mengatakan, lembaga survei kebanyakan tidak menjelaskan masyarakat lebih jauh dari hasil rilis mereka.
"Tidak dijelaskan hasil rilis ini penjelasan ilmiahnya gimana. Yang ada kan selalu elektabilitas, popularitas, itu kayak menggiring pemilih jadinya," ujar Asep.
Reporter: Yunita Amalia
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement