Akibat Perkawinan Anak, Cerai di Usia Muda Tak Terhindarkan

Dampak negatif perkawinan anak, banyak pasangan cerai di usia muda karena belum mampu bertahan dalam berumah tangga.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 02 Jul 2018, 08:30 WIB
Adanya perkawinan anak berujung pasanga banyak yang cerai di usia muda.

Liputan6.com, Jakarta Perkawinan anak cenderung terjadi karena kebanyakan orang tua tidak tahu risikonya. Ada pandangan menikahkan anak di usia muda, misal di bawah 18 tahun, semua beban terlepas. Anak dapat hidup mandiri bersama suami.

Bayangan perkawinan anak yang berjalan mulus tersebut tak semudah yang diperkirakan. Yes I Do Project Manager Plan International Indonesia, Budi Kurniawan, mengatakan anak yang dinikahkan dini belum dewasa.

"Pikiran mereka masih belum matang untuk berumah tangga. Emosinya agak labil. Terkadang suaminya enggak ada kerjaan. Belum siap mental juga menikah," kata Budi saat berbincang dengan Health Liputan6.com di The Hermitage, Jakarta beberapa waktu lalu, ditulis Senin (2/7/2018).

Serupa dengan anak laki-laki, anak perempuan juga belum siap mental. Tak jarang, setelah menikah, anak perempuan berhenti sekolah dan menjadi ibu rumah tangga.

Ketika suaminya tidak bekerja, kehidupan pernikahan mereka pun sulit. Biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak ada. Akhirnya, mereka bergantung kembali pada orangtua.

 

 

Simak video menarik berikut ini:


Cerai di usia muda

Suami tak punya pekerjaan, pasangan cerai di usia muda.

Suami yang tidak punya pekerjaan dan belum siap mental berujung hancurnya hubungan perkawinan. Pasangan muda yang masih anak-anak dan remaja akhirnya bercerai.

Budi melanjutkan, fenomena cerai di usia muda, salah satunya terjadi di Sukabumi, Jawa Barat.

"Iya, di sana (Sukabumi) banyak sekali anak yang cerai di usia muda. Mereka sudah dinikahkan. Itu pun (pernikahan) enggak bertahan lama. Paling beberapa bulan atau setahun bercerai," lanjut Budi.


Kerja jadi TKW

Setelah cerai, para ibu kerja jadi TKW. (iStockphoto)

Di Sukabumi, setelah pasangan muda bercerai dan sudah punya anak, anak tersebut dititipkan ke orangtuanya.

"Buat yang punya anak biasanya anaknya dititipkan ke orangtua. Jadi, kakek-nenek yang ngasuh cucu," Budi menambahkan.

Selagi anak dititipkan, sang ibu pun pergi bekerja jadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) atau pergi ke luar daerah. Dari fenomena ini menyebabkan rumah tangga menjadi rusak.

Anak yang sudah dilahirkan diasuh kakek dan nenek serta kurang mendapat kasih sayang dari orangtua kandungnya sendiri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya