Bugangan dan Jejak Keberadaan Kompor Minyak di Tanah Air

Kini tak ada satu pun perajin logam di Bugangan yang membuat kompor minyak bersumbu. Mereka mengalihkan usaha dengan membuat kerajinan alat dapur, seperti panci, wajan, oven, hingga tempat sampah.

Oleh SoloPos.com diperbarui 02 Jul 2018, 09:01 WIB
Sri Riyanti menunjukkan kompor minyak yang dijual di kiosnya di sentra industri logam Bugangan, Kota Semarang, Jumat (29/6/2018). (Solopos/Imam Yuda S.)

Semarang - Keberadaan kompor minyak kini keberadaannya sudah tergerus keberadaan kompor gas, bahkan kompor listrik. Namun, industri pembuatan kompor minyak sempat mengalami kejayaan. Salah satunya industri kompor minyak di Bugangan, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang, yang pernah mengalami masa keemasan pada era 1980-an.

Kompor minyak buatan warga Bugangan banyak yang dipesan dan didistribusikan ke berbagai daerah di Tanah Air. Namun, kejayaan Bugangan sebagai produsen kompor minyak dari logam itu telah sirna.

Kebijakan pemerintah tentang konversi minyak ke gas pada tahun 2000-an membuat sejumlah industri pembuatan kompor minyak di Bugangan gulung tikar.

Kini tak ada satu pun perajin logam di Bugangan yang membuat kompor minyak bersumbu. Mereka mengalihkan usaha dengan membuat kerajinan alat dapur, seperti panci, wajan, oven, hingga tempat sampah.

Seorang pemilik kios di sentra industri kecil menengah (IKM) logam Bugangan, Sri Riyanti Mulyadi, mengaku kini tidak ada lagi warga di sekitar Bugangan yang membuat kompor minyak. Meski demikian, banyak warga yang masih menjual kompor minyak, meskipun permintaan tak seramai dulu.

"Dulu sebulan bisa laku 100 buah, sekarang laku satu tiap bulan saja sudah bagus," ujar Sri Riyanti saat dijumpai Semarangpos.com (Solopos.com grup) di kiosnya, Jumat, 29 Juni 2018.

Sri menyebut satu kompor minyak dihargai Rp 55.000. Kompor minyak itu saat ini hanya diminati kalangan lanjut usia dan warga pendatang atau penghuni kos.

"Karena kurang diminati, jadi banyak yang enggak mau buat (kompor minyak) lagi. Sekarang yang buat tinggal satu orang. Tapi, tinggalnya enggak di sekitar sini, di Kampung Sawah Besar," terang Sri.

 

Baca berita menarik lainnya dari Solopos.com di sini.

 


Dikunjungi Wakil Presiden Adam Malik

Dua perajin tengah membuat panci dari alumunium di sentra industri logam Bugangan, Kota Semarang, Jumat (29/6/2018). (Solopos/Imam Yuda S.)

Ketua Klaster IKM Logam Bugangan, Sunaryo, menuturkan hampir seluruh anggota Klaster IKM Logam Bugangan dahulu membuat kompor minyak. Bahkan, ada satu kelompok usaha yang paling terkenal membuat kompor minyak dengan merek Gaya Baru.

"Saat itu kompor Gaya Baru paling banyak diminati. Bahkan, kalau mendapat pesanan sampai ribuan unit," ujar Sunaryo.

Sunaryo menceritakan awal mula kejayaan industri kompor minyak di Bugangan. Kerajinan kompor minyak dipelopori Sukijo di awal 1970-an.

"Sebelum membuat kompor minyak, banyak warga sini yang membuat mainan dari logam. Biasanya dijual saat ada perayaan Dugderan. Tapi, setelah ada yang sukses membuat kompor minyak pada mengikuti," cerita Sunaryo.

Saat masa kejayaan kompor minyak, Sukijo bahkan sempat memiliki 50 karyawan. Ia memperkenalkan kompor minyak dengan merek Gaya Baru yang laris di pasaran.

"Kompor merek Gaya Baru dulu paling laris karena dibuat dari bahan yang tebal sehingga awet. Bahannya dari tong minyak. Orang dulu sering menyebutnya kompor blandeng," tutur Sunaryo.

Saking terkenalnya, industri kompor minyak di Bugangan bahkan sempat dikunjungi Wakil Presiden Ke-3 RI, Adam Malik, kala itu.

Sunaryo menambahkan meski industri kompor minyak jatuh, hal itu tak membuat warga Bugangan putus asa. Industri logam Bugangan justru kian berkembang dengan pembuatan kerajinan lain, seperti alat rumah tangga bermesin pesanan dari pabrik.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya