Geser Partai Berkuasa 8 Dekade, Capres Populis Menangi Pemilu Meksiko 2018

Andres Manuel Lopez Obrador memenangi Pemilu Meksiko 2018 dengan perolehan suara besar dan konsesi dari para pesaingnya.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 02 Jul 2018, 12:00 WIB
Capres Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador (Alfredo Estrella / AFP Photo)

Liputan6.com, Mexico City - Calon presiden Andres Manuel Lopez Obrador berhasil memenangi Pemilu Meksiko 2018 dengan perolehan suara besar, demikian menurut sejumlah jajak penghitungan pada Minggu, 1 Juli 2018 waktu setempat.

Bahkan, dua capres pesaing utama Lopez Obrador, Jose Antonio Meade dan Ricardo Anaya, harus mengakui keunggulan sang presiden terpilih, persis setelah hitung cepat berakhir pada Minggu malam sekitar pukul 21.00 waktu setempat.

Janji kampanye yang diusung Lopez Obrador -- mulai dari pemberantasan korupsi hingga menekan tingginya angka kejahatan -- serta haluan politiknya yang condong populis, nasionalis, dan kiri, terbukti berhasil menarik suara dominan para pemilih Meksiko.

Kemenangan Lopez Obrador juga merombak tatanan politik di Negeri Aztec. Partai pengusungnya, National Regeneration Movement (Morena) --pemain baru dalam peta perpolitikan Meksiko-- berhasil menggeser kemapanan partai yang telah mendominasi negara itu selama hampir delapan dekade, Institutional Revolutionary Party (PRI).

"Demi kebaikan Meksiko, saya doakan dia (Lopez Obrador) berhasil," kata Capres Jose Antonio Meade yang diusung PRI saat menyampaikan konsesinya atas kemenangan Lopez Obrador, seperti dikutip dari CNN, Senin (2/7/2018).

Tak lama setelah Meade, capres Ricardo Anaya Cortes yang diusung partai National Action Party (PAN) juga mengakui keunggulan Lopez Obrador. Kemudian, capres dengan peroleh suara bontot, Jaime Rodriguez Calderon yang maju secara independen, menyusul menyatakan konsesinya atas kemenangan sang kandidat presiden terpilih.

Pemimpin negara tetangga terdekat, Meksiko di utara, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, juga mengucapkan selamat atas kemenangan Lopez Obrador.

"Selamat kepada Andres Manuel Lopez Obrador atas keberhasilannya menjadi presiden terpilih Meksiko. Saya menanti untuk bekerja sama dengannya. Akan banyak keuntungan yang dapat dicapai oleh AS dan Meksiko!," kata Trump lewat akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump.

Pada saat yang sama, kemenangan capres Lopez Obrador terjadi di tengah alotnya negosiasi antara Meksiko-AS-Kanada dalam Kesepakatan Perdagangan Bebas Amerika Utara atau NAFTA, serta isu imigrasi Meksiko-AS.

Para pemilih Meksiko berharap, presiden terpilih mampu bersikap "tangguh" berdiplomasi dengan pemimpin dunia, terutama dengan negara tetangga dan khususnya, Presiden Trump, demi mengakhiri polemik perundingan NAFTA serta membawa keuntungan ekonomi tersendiri bagi Negeri Aztec.

"Lopez Obrador adalah seorang nasionalis yang kuat, tetapi dia mungkin masih akan mencoba bekerja erat dengan AS mengenai isu-isu tertentu," kata Jason Marczak, direktur Atlantic Council’s Adrienne Arsht Latin America Center kepada Vox.

"Terutama di sekitar pengenaan tarif baja dan aluminium baru-baru ini di Meksiko, tanggapannya adalah bahwa presiden Meksiko seharusnya menemukan lebih banyak kesempatan untuk duduk dan berbicara dengan Presiden Trump," kata Marczak.

 

Simak video pilihan berikut:


Arah Baru Meksiko?

Warga Meksiko dalam kampanye pemilu 2018 (Ulises Ruiz/ AFP PHOTO)

Bagi sekitar 89 juta pemilih Meksiko yang memenuhi syarat, pemilihan hari Minggu adalah referendum mengenai arah politik dan ekonomi baru negara itu, menyusul berakhirnya masa pemerintahan Presiden Enrique Pena Nieto, yang terbatas pada satu periode enam tahun.

Orang-orang Meksiko yang lebih muda, yang banyak di antaranya tumbuh di tengah kondisi marak korupsi dan kekerasan narkoba yang merajalela di negara mereka, digambarkan sebagai pemegang peran kunci dalam menentukan arah baru Negeri Aztec.

Hampir 13 juta pemilih berusia antara 18 dan 23 tahun dan mereka memilih untuk pertama kalinya pada tahun ini, menurut para pejabat pemilihan.

Sebelumnya seperti dikutip dari Vox, jajak pendapat telah memproyeksikan bahwa Lopez Obrador akan memenangkan pemilihan presiden. Menurut survei prediksi, ia unggul dengan rata-rata 20 persen suara dari tiga pesaingnya dan selalu mempertahankan keunggulan tersebut sejak tiga bulan terakhir jelang pemilu.

Selama kampanye, ia berjanji akan melaksanakan reformasi pemerintahan, menindak tegas korupsi di internal birokrasi, serta menekan angka kejahatan yang marak di Meksiko selama masa kepemimpinan presiden saat ini, Enrique Pena Nieto.

Pakar pun telah lama menilai bahwa Lopez Obrador berada di atas angin, karena, banyak calon pemilih menginginkan agar sang capres memenuhi janji perubahan yang diutarakannya selama kampanye, terutama terkait isu pemberantasan korupsi yang selama ini luput dari perhatian Presiden Nieto.

Presiden Meksiko, Enrique Pena Nieto (Associated Press)

Akan tetapi, pakar menilai bahwa pemenuhan janji untuk melakukan pemberantasan korupsi dan memperbaiki sistem pemerintahan Meksiko yang sarat rasuah akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Itu akan menjadi tantangan besar bagi López Obrador.

"Apalagi, ia belum memiliki rencana yang matang guna memenuhi janji kampanyenya untuk memberantas korupsi," kata Pablo Piccato, profesor pakar Meksiko di Columbia University, seperti dikutip dari Vox.

"Ia mungkin orang yang jujur dan tegas. Tapi, pemerintahan di bawahnya, pada tingkat birokrasi lokal, kota, dan negara bagian, itu yang akan sulit dikendalikan jika ia ingin menindak korupsi," jelasnya.

Namun tampaknya para pemilih di Meksiko percaya bahwa jika ada yang bisa mewujudkan perubahan itu, Lopez Obrador adalah taruhan terbaik.

Lopez Obrador juga diharapkan mampu menekan tingginya angka kejahatan terorganisir (termasuk kartel narkoba) dan kejahatan-berbasis-kekerasan. Tahun lalu, tingkat pembunuhan di negara itu mencapai tingkat tertinggi yang pernah tercatat: 29.168 kasus pembunuhan, menurut data kuartal pertama pemerintah tahun 2018.

Tingkat pembunuhan meningkat ke tingkat tertinggi sepanjang sejarah Meksiko di bawah Peña Nieto, di mana para kritikus menuduh sang presiden gagal menangani kejahatan, korupsi, dan ketidaksetaraan ekonomi secara memadai.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya