Liputan6.com, Washington DC - Kantor pertahanan Amerika Serikat (AS), Pentagon, dikabarkan memulai agenda "permainan perang" Angkatan Laut terbesar di dunia pada pekan lalu. Latihan selama dua setengah bulan di kawasan Pasifik, yang dikenal sebagai RIMPAC, mendatangkan 46 buah kapal perang dan kapal selam, 200 unit pesawat terbang dan 25.000 pasukan dari 25 negara.
Satu-satunya negara Asia Pasifik yang absen dalam agenda tersebut adalah Tiongkok, yang tidak diundang oleh RIMPAC karena militerisasi pulau-pulau di Laut China Selatan.
Dikutip dari CNN pada Senin (2/7/2018), ketika kapal-kapal peserta RIMPAC tiba di Hawaii, militer China dikabarkan tengah menyelesaikan latihan Angkatan Lautnya sendiri, termasuk uji coba misil yang mengambil tempat tidak jauh dari Taiwan sejak 17 Juni lalu.
Oleh beberapa pengamat, persaingan "permainan perang" antara Amerika Serikat dan China dianggap tumpang tindih, karena cenderung berebut pengaruh di Pasifik, dibandingkan menjaga stabilitas keamanan.
Baca Juga
Advertisement
Namun, menurut para pemimpin militer AS, RIMPAC adalah tentang "membangun hubungan", di mana keikutsertaan tahun ini bertambah oleh beberapa negara ASEAN yang memiliki klaim di wilayah Laut China Selatan, yaitu Malaysia, Vietnam, dan Filipina.
"Ketiadaan China berarti kehilangan kesempatan untuk ... membangun hubungan yang potensial dengan rekan-rekan Angkatan Laut di tingkat regional dan global," ujar Carl Schuster, mantan direktur operasi di Pusat Intelijen Gabungan Komando Pasifik AS.
Menurut Angkatan Laut AS, di antara misi RIMPAC yang direncanakan adalah uji coba rudal baru, latihan amfibi, pembersihan ranjau dan latihan anti-pembajakan.
Amerika Serikat juga mengimbau para peserta RIMPAC untuk aktif melaporkan secara transparan setiap latihan militer yang dilakukan, melalui unggahan foto dan informasi di halaman Facebook resmi aliansi terkait.
Simak video pilihan berikut:
ASEAN Bergabung
Sementara itu, Washington diketahui secara berkala mengirim kapal perang ke wilayah perbatasan, yang diklaim oleh Beijing di sekitar pulau-pulau sengketa di Laut China Selatan.
Tindakan yang mengacu pada "kebebasan operasi navigasi" tersebut belum diikuti oleh angkatan laut Asia Tenggara lainnya. Hal itu, menurut beberapa pengamat, menjadikan wilayah barat daya Pasifik --Laut China Selatan-- hanya diisi oleh persaingan langsung antara Washington dan Beijing.
Disebutkan pula bahwa RIMPAC berpotensi memberi kesempatan ASEAN untuk menunjukkan "dukungan pasif" terhadap AS, untuk memerangi dominasi China di kawasan terkait.
Dari seluruh anggota ASEAN, hanya Kamboja, Laos, dan Myamnar saja yang menyatakan absen dalam "permainan perang" RIMPAC.
"Negara-negara ASEAN mungkin tidak akan mau berlayar bersama di perairan yang dipermasalahkan (Laut China Selatan), tetapi mereka tertarik untuk berlatih dengan Angkatan Laut AS dan menunjukkan solidaritas dengan cara itu," kata Peter Layton, penerima beasiswa doktoral di Griffith Asia Institute di Australia.
Advertisement