Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia membebaskan aturan pembayaran uang muka (down payment/DP) Kredit Pemilikan Rumah (KPR) rumah pertama, mulai 1 Agustus 2018. Dengan demikian besaran uang muka diserahkan ke masing-masing perbankan, di mana bank bisa menerapkan DP nol persen.
Lantas apakah dengan menurunkan DP kemudian perbankan akan menaikkan tarif cicilan per bulan?
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makro Prudensial Bank Indonesia (BI), Filianingsih Hendarta mengatakan pihaknya maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak punya kewenangan untuk mengatur besaran cicilan rumah per bulannya.
Baca Juga
Advertisement
"BI dan OJK nggak atur berapa cicilannya. Nanti nggak ada keleluasaan bank (kalau diatur)," kata Filianingsih, di Gedung BI, Senin (2/7/2018).
Filianingsih menjelaskan bahwa besaran cicilan rumah mutlak merupakan kewenangan bank. Jadi, untuk mendapatkan kredit rumah dengan DP yang rendah dan cicilan yang murah, dia menyarankan agar konsumen pintar mencari bank yang memberikan penawaran yang cocok dengan kantong pembeli rumah.
"Jadi tergantung banknya. Maka sebagai konsumen harus pinter - pinter (mencari informasi) banknya gimana, programnya mana yang lebih meringankan dan mengoptimalkan," ujarnya.
Filiangingsih mengungkapkan bahwa kebijakan BI mengenai aturan DP rumah adalah untuk menciptakan kondisi persaingan yang sehat antar perbankan dalam menawarkan KPR.
"Kita ciptakan kompetisi yang sehat, kita beri pilihan supaya masyarakat lebih pandai dalam pilih investasi."
Dari sisi pengembang (developer) sendiri Filianingsih menjelaskan bahwa mereka mempunyai ragam cara dalam hal permodalan. Hal tersebut juga berlaku bagi konsumen yang hendak membeli rumah, artinya dia bisa mengambil jalur KPR atau pun tunai. Semua itu kembali kepada kebutuhan dan kemampuan masing-masing sehingga tidak perlu khawatir aturan DP murah akan memberatkan beban cicilan.
"Kalau kita lihat dari developer macam -macamkan dia bisa terbitin obligasi, bisa pendanaan sendiri. Kita (konsumen) sendiri juga macam-macam, ada yang minta KPR atau bertahap karena DP bayar belakangnya lebih besar, itu tergantung."
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Pembebasan Uang Muka Rumah Pertama Terhambat Kenaikan Suku Bunga BI
Indonesia Property Watch (IPW) menyambut gembira pelonggaran kebijakan Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) oleh Bank Indonesia (BI) untuk uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) rumah pertama.Â
Pengamat properti yang juga Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda menyatakan, pihaknya sudah mengusulkan rumah pertama tanpa uang muka ke BI pada 2015. Dia berpendapat, jika saja usulan itu telah disetujui sejak tiga tahun lalu, maka momentumnya akan lebih baik dibanding sekarang ini.
"Dampaknya pasti positif. Tapi saya rasa agak berat, karena momennya harusnya sebelum kenaikan suku bunga yang pernah kami usulkan," ujar dia kepada Liputan6.com, Senin (2/7/2018).
Baca Juga
BI merelaksasi uang muka pada pembelian rumah pertama. Bank sentral tersebut berharap, aturan yang akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2018 ini dapat kembali memacu pertumbuhan properti di Indonesia.
Ali melanjutkan, IPW telah merintis usulan tersebut tiga tahun lalu lantaran perhitungan tren suku bunga yang rendah pada waktu itu, sehingga akan berdampak bagus bila diikuti dengan kemudahan DP.
Dia menuturkan, dengan kondisi saat ini ketika suku bunga acuan BI sudah naik menjadi 5,25 persen, artinya ada kenaikan 100 basis points (bps) sehingga membuat pihak bank juga akan menaikkan suku bunganya, termasuk KPR.Â
"Kebijakan LTV tanpa DP memang akan menaikan minat untuk membeli rumah, meskipun tidak semua perbankan akan mau membuka KPR-nya tanpa DP. Namun konsumen harus sadar, dengan kenaikan (suku) bunga saat ini akan membuat cicilan semakin tinggi," tutur Ali.
 Tonton Video Menarik Ini:
Advertisement