Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli kembali mempersoalkan utang luar negeri Indonesia. Dia mengkritik cara pemerintah menyampaikan kepada masyarakat tentang kondisi utang Indonesia.
"Hati-hati utang kita sudah lampu kuning. Mereka (Pemerintah) menggunakan data selektif," ungkapnya dalam diskusi, di JCC, Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Pemerintah, kata dia, selalu menyatakan utang Indonesia masih aman dengan membandingkannya dengan beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Baca Juga
Advertisement
Perbandingan tersebut tidak begitu tepat. Sebab karakter Indonesia dengan kedua negara tersebut sangat berbeda dan tidak seharusnya untuk saling diperbandingkan.
"Amerika itu satu-satunya negara yang bisa cetak uang dolar dijual di luar negeri, di beli di luar negeri. Kita enggak punya power seperti itu," tegasnya.
"Indonesia utang per GDP (Gross Domestik Bruto) lebih rendah dari Jepang. Lihat dong di statistik Jepang, 80 persen utangnya itu sumbernya domestik, dari rakyat dan dari perusahaan dalam negeri, sehingga kalau ada gejolak internasional tidak terlalu terganggu," imbuhnya.
Menurut dia, indikator yang seharusnya digunakan ialah dengan menghitung rasio cicilan utang dibanding nilai ekspor atau yang dikenal dengan debt to service ratio (DSR).
"Debt service kita berapa. Mohon maaf kita 35 persen. Paling tinggi di Asia Tenggara. Yang normal itu adalah 20 persen, itu oke. Lebih dari itu tidak prudent," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Utang Pemerintah Turun
Utang pemerintah Indonesia menciut. Totalnya kini mencapai Rp 4.169,09 triliun hingga Mei 2018. Jumlah ini turun Rp 11,52 triliun dibanding posisi April lalu yang sebesar Rp 4.180,61.
Dikutip Liputan6.com dari data APBN Kita Edisi Juni, Jakarta, Senin (25/5/2018), utang pemerintah Indonesia per Mei ini yang sebesar Rp 4.169,09 triliun, terdiri atas pinjaman Rp 767,82 triliun dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.401,77 triliun.
Merinci lebih dalam, pinjaman senilai Rp 767,82 triliun itu, terdiri atas pinjaman luar negeri yang nilainya sebesar Rp 762,41 triliun dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,40 triliun.
Adapun pinjaman luar negeri Rp 762,41 triliun bersumber dari pinjaman bilateral yang senilai Rp 322,01 triliun, multilateral Rp 397,80 triliun, pinjaman komersial Rp 41,38 triliun, dan suppliers Rp 1,22 triliun.
Sementara dari penerbitan surat utang atau SBN yang senilai Rp 3.401,77 triliun hingga akhir Mei ini, berasal dari SBN berdenominasi rupiah senilai Rp 2.408,40 triliun dan denominasi valuta asing (valas) sebesar Rp 992,87 triliun.
Dengan total utang pemerintah pusat sebesar Rp 4.169,09 triliun hingga bulan kelima ini setara dengan rasio utang 29,58 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Turun dari posisi rasio bulan sebelumnya yang sebesar 29,88 persen dari PDB.
Advertisement