Din Minimi Dukung KPK Sapu Bersih Koruptor di Aceh

Alokasi anggaran pembangunan Aceh, kata Din Minimi, seharusnya digunakan sesuai amanah, yaitu mensejahterakan rakyat.

oleh Andrie Harianto diperbarui 05 Jul 2018, 12:45 WIB
Selain karena dijemput langsung oleh Kepala BIN Sutiyoso, berikut ini adalah beberapa alasan Din Minimi akhirnya mau menyerahkan diri.

Liputan6.com, Jakarta Eks kombatan Nurdin bin Ismail Amat atau Din Minimi mendukung penuh langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan korupsi di Aceh, menyusul ditangkapnya Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi.

Din merupakan eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sempat buron dan melawan pemerintahan Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan wakilnya Muzakir Manaf.

Din menilai, pemimpin Aceh saat itu abai terhadap kesejahteraan rakyat Aceh, juga belum mensejahterakan anak yatim dan janda para pejuang GAM.

Empat tahun menjadi pelarian di hutan Aceh karena bertanggung jawab terkait aksi kriminal bersenjata, Din Minimi akhirnya turun gunung dan menyerahkan diri kepada Badan Intelijen Negara (BIN) yang saat itu dipimpin Sutiyoso, Desember 2015.

Din meminta sejumlah persyaratan kepada pemerintah Indonesia terkait penyerahan dirinya dan belasan pasukan bersenjata Din Minimi. Selain amnesti untuk dirinya dan pasukannya, Din tegas meminta KPK turun ke Tanah Rencong.

Saat itu, Din menduga ada penyelewengan dana Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD). Din juga meminta penyelenggaraan Pilkada Aceh yang akan digelar diawasi oleh tim independen.

Terkait operasi senyap KPK idi Serambi Mekah yang menangkap dua kepala daerah sekaligus, Din Minimi mendukung langkah tersebut.

"Memang itu mau kita, supaya Aceh aman, kesejahteraan dan kemakmuran untuk rakyat Aceh," kata Din saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (5/7/2018).

Alokasi anggaran pembangunan Aceh, kata Din Minimi, seharusnya digunakan sesuai amanah, yaitu mensejahterakan rakyat.

"Jangan bermain dengan uang rakyat, jangan meutiko-tiko (petantang-petenteng). Itu anggaran untuk rakyat," kata Din Minimi.

 


Ditetapkan Tersangka

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf mengenakan rompi tahanan oranye seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/7). KPK resmi menahan Irwandi Yusuf setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap ijon proyek di Aceh. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.

Selain Irwandi, KPK juga menetapkan tiga orang tersangka lainnya. Mereka adalah Bupati Bener Meriah Ahmadi serta dua pihak swasta bernama Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan menetapkan 4 orang sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Rabu (4/7/2018).

Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan ini, KPK menduga ada pemberian dari Ahmadi kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sebesar Rp 500 juta bagian dari Rp 1,5 miliar. Uang tersebut diminta Irwandi terkait fee ijon proyek-proyek infrastruktur yang bersumber dari DOKA.

"Pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah," ucap Basaria.

Irwandi membantah menerima suap terkait proyek yang bersumber dari Dana Otsus Provinsi Aceh tahun 2018.

"Saya enggak melanggar apapun, enggak mengatur fee, enggak ngatur proyek, enggak terima fee, enggak ada janji memberikan sesuatu," ujar Irwandi di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (5/7/2018) dini hari.

Irwandi mengklaim tak mengetahui perihal uang Rp500 juta yang diberikan oleh Bupati Bener Meriah, Ahmadi. Uang Rp500 juta tersebut diduga bagian jatah yang diminta Irwandi sejumlah Rp 1,5 miliar dari proyek infrastruktur.

"Saya tidak terima uang dan hadiah," kata dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya