Fenomena Blood Moon Juli 2018 Dianggap Pertanda Kiamat, Ini Kata Astronom

Akhir Juli ini, fenomena Blood Moon akan menghiasi langit di berbagai belahan dunia. Ada juga yang mengatakan bahwa Bulan merah darah adalah pertanda kiamat semakin dekat.

oleh Afra Augesti diperbarui 07 Jul 2018, 19:12 WIB
Fase gerhana bulan "super blue blood moon" terlihat di atas langit Jakarta, Rabu (31/1). Ini merupakan fenomena langka karena bulan menunjukkan tiga fenomena sekaligus, yaitu supermoon, blue moon, dan gerhana bulan. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta - Pada akhir bulan ini, tepatnya 28 Juli 2018, penduduk Bumi akan disuguhkan fenomena alam yang sejatinya sudah tak asing lagi, Blood Moon, ketika Bulan berwarna merah. 

Blood Moon sendiri hanya terjadi ketika gerhana Bulan total. Peristiwa ini secara ilmiah tidak akan menimbulkan dampak negatif, melainkan akan menjadi pemandangan yang sangat indah di langit malam.

Bulan, yang biasanya berwarna putih keabu-abuan, akan tampak berubah warna menjadi merah atau coklat kemerah-merahan. Itulah mengapa dijuluki sebagai "Bulan darah" karena warnanya yang memang mirip dengan darah.

Sementara penduduk di berbagai belahan dunia tengah menantikan kehadiran Blood Moon, di sisi lain para penganut teori konspirasi menyatakan bahwa fenomena alam ini merupakan pertanda kiamat sudah dekat.

Anggapan mereka itu didasarkan pada apa yang dituangkan dalam Kitab Yoel (Book of Joel) 2:30-31 yang berbunyi: "Dan Aku akan mengadakan mukjizat-mukjizat di langit dan di Bumi, darah, serta api dan gumpalan-gumpalan asap. Matahari akan berubah menjadi gelap gulita dan Bulan menjadi darah sebelum datangnya hari yang hebat dan dahsyat."

Namun seorang ahli astronomi berusaha mematahkan anggapan tersebut melalui penjelasan yang lebih logis. Hasan Ahmad Al Hariri dari Dubai Astronomy Group menyebut, Blood Moon adalah fenomena astronomi alami.

"Gerhana Bulan ini sangat panjang, orang-orang ketakutan dan berspekulasi bahwa kejadian ini pertanda buruk," katanya kepada Khaleej Times, seperti dikutip dari Metro, Sabtu (7/7/2018).

Ia melanjutkan, "Jenis-jenis takhayul seperti itu selalu membuntuti fenomena semacam ini. Kami memberi tahu semua orang bahwa semua anggapan tersebut tidak benar, Blood Moon hanya peristiwa alam yang terjadi secara alami."

Irvin Baxter, Presiden Endtime Ministeries -- organisasi Kristen Pantekosta Amerika dan seorang guru nubuatan Alkitabiah -- mengatakan bahwa Kitab Yoel mengajarkan pada umat manusia bahwa hari kiamat sedang bergerak mendekat.

Baxter sendiri telah memprediksi kiamat sejak pertengahan 1980-an.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Waktu untuk Melihat Blood Moon

Fenomena alam langka gerhana bulan akan terjadi pada 31 Januari 2018, yaitu Super Blue Blood Moon. (iStockphoto)

Sebuah fenomena astronomi langka akan terjadi pada 27 hingga 28 Juli 2018, yakni gerhana bulan terlama sepanjang Abad ke-21, dengan durasi 1 jam 43 menit. Durasi tersebut lebih panjang hampir 40 menit dari fenomena Super Blue Blood Moon yang terjadi pada 31 Januari 2018 lalu.

Pada saat itu, penampakan Bulan tak akan seperti biasanya. Rembulan akan berwarna semerah darah atau dikenal sebagai fenomena Blood Moon.

Fenomena langit tersebut terjadi saat Bulan tepat di tengah umbra Bumi. Rona merah kecokelatan pada rembulan disebabkan oleh hamburan rayleigh -- efek atmosfer yang serupa dengan efek yang menyebabkan langit memerah saat Matahari terbenam -- pada atmosfer Bumi yang sampai ke bayangan umbranya.

Mars juga akan tampak sangat besar dan cerah pada 27 Juli malam, ketika planet merah menuju titik terdekat dengan Bumi dalam kurun waktu 15 tahun terakhir.

Jika cuaca cerah, para pengamat langit akan menyaksikan pemandangan Mars yang indah di samping bulan yang bersinar merah.

Gerhana bulan merah darah tersebut akan terlihat di belahan bumi timur (eastern hemisphere) yakni di Eropa, Afrika, Asia, Australia dan Selandia Baru.

Orang-orang yang ada di Amerika Utara dan wilayah Arktik-Pasifik tak akan menyaksikan fenomena langit tersebut.

Seperti dikutip dari Indian Express, Senin 25 Juni 2018, di Asia, Australia, dan Indonesia pemandangan terbaik dari gerhana langka tersebut bisa disaksikan pada dini hari. Sementara, warga di Eropa dan Afrika bisa menyaksikannya saat malam hari, antara matahari terbenam hingga tengah malam, 27 Juli 2018.

Gerhana Bulan total ini bisa diamati di langit Indonesia mulai pukul 00.15 WIB, ketika Bulan memasuki bayangan penumbra Bumi. Gerhana total akan dimulai pukul 02.30 WIB, saat Bulan sepenuhnya sudah memasuki bayangan umbra Bumi. Selanjutnya, puncak gerhana akan terjadi pukul 03.22 WIB dan akan berakhir pukul 04.13 WIB.

Peristiwa ini aman untuk diamati dengan mata telanjang. Kita tidak perlu filter gerhana untuk mengamatinya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya