Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia siap membalas kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang akan mengenakan tarif bea masuk terhadap 124 produk asal Indonesia. Namun, retaliasi atau aksi balasan ini dinilai hanya akan merugikan Indonesia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan, jika pemerintah Indonesia juga mengenakan tarif bea masuk terhadap komoditas asal AS--khususnya yang masuk dalam kategori bahan baku--ini akan berdampak pada harga barang konsumsi yang diproduksi di dalam negeri.
Baca Juga
Advertisement
"Apabila nanti pemerintah Indonesia melakukan retaliasi alias pembalasan dagang dengan naikkan tarif bea masuk produk asal AS, pasti efek kepada kenaikan harga bahan kebutuhan pokok langsung terasa," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (9/7/2018).
Dia mencontohkan, saat ini Indonesia bergantung pada kedelai asal AS. Kedelai ini digunakan sebagai bahan baku produk makanan dan minuman di dalam negeri.
"Per tahunnya Indonesia mengimpor kedelai segar dan olahan hingga 6,9 juta ton. Dari AS sendiri impor kedelainya mencapai 2,6 juta ton atau 37 persen dari total impor kedelai. Bahan baku Kedelai harganya naik pasti harga tempe tahu akan naik juga," jelas dia.
Selain kedelai, Indonesia juga masih ketergantungan terhadap gandum asal AS. Komoditas ini menjadi bahan baku bagi produk makanan olahan seperti mi instan dan roti.
"Soal gandum kita impor dari AS volume 1,1 juta ton per tahun. Gandum juga sama, sebagai bahan baku mi instan. Intinya yang akan terpukul pertama kali adalah kelompok masyarakat miskin," tandas dia.
Penyebab AS akan Kenakan Tarif Impor ke RI
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengungkapkan alasan rencana AS untuk mencabut pengecualian bea masuk produk ekspor Indonesia. Rencana itu muncul karena neraca perdagangan AS yang defisit terhadap Indonesia.
Enggartiasto menjelaskan, nilai ekspor AS ke Indonesia sebesar USD 9 miliar. Sementara ekspor Indonesia ke AS senilai USD 13 miliar.
"Besar (defisit AS) di kita USD 9 miliar di mereka USD 13 miliar. Setelah kita telusuri, ada yang kita ekspor melalui Hong Kong, Singapura, tapi country of origin-nya Indonesia. Yang dibukukan di Indonesia ekspor ke Singapura. Tetapi mereka lihat ini bikinan mana? Bikinan Indonesia selisih itu kita find out dari situ," ungkapnya pada 6 Juli 2018.
Pemerintah akan melakukan lobi dengan Pemerintah AS. Hal ini dilakukan untuk membicarakan rencana pencabutan tersebut. "GSP juga belum diterapkan. Mereka hanya mengatakan akan masuk dalam itu. Kita juga lakukan lobi," katanya.
"Kalau dilihat dari kepentingan mereka kita pahami. Kita mencoba pahami. Tetapi yang coba sulit kita pahami kan bisa berubah. Kita lihat saja," Imbuh dia.
Selain itu, menurut politikus Nasdem ini pemerintah akan melakukan rapat koordinasi dengan stakeholder terkait untuk membahas hal tersebut.
"Kita yakin bahwa trade war itu bukan hal yang kita pilih. Ya itu kita tunggu hari Senin. Nanti kita akan rapat hari Minggu. Rapat koordinasi," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement