Liputan6.com, Washington DC - Bukan tentang isu nuklir atau tarif perdagangan global, pemerintahan Presiden Donald Trump memiliki musuh baru yang tidak kalah kontroversial, yakni resolusi internasional yang mempromosikan pemberian Air Susu Ibu (ASI).
Delegasi Amerika Serikat (AS) untuk Majelis Kesehatan Dunia di Jenewa, Swiss, dilaporkan menentang keras dukungan negara-negara terhadap resolusi terkait.
Berdasarkan teks asli dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), banyak negara anggota berkomitmen akan mendorong warganya untuk memberikan ASI, dengan alasan bahwa penelitian telah menunjukkan berbagai manfaat sehatnya.
Selain itu, sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Senin (9/7/2018), rekomendasi tersebut juga memperingatkan orang tua untuk waspada terhadap pemasaran yang tidak akurat oleh perusahaan susu formula.
The New York Times pertama kali melaporkan bagaimana pemerintahan Donald Trump bereaksi keras terhadap resolusi terkait, yang disebutnya tidak memiliki dukungan konsensus dari semua anggota majelis.
Pemerintah AS mendorong penghapusan sebuah frase dari teks rancangan tersebut, yang mendesak para anggota Majelis Kesehatan Dunia untuk "melindungi, mempromosikan dan mendukung kegiatan menyusui".
Baca Juga
Advertisement
Selama pembahasan mengenai resolusi terkait, menurut The New York Times, delegasi AS menyampaikan pernyataan dengan nada mengancam, bahwa Washington akan memotong pendanaannya untuk WHO.
Sebagai donor tunggal terbesar, AS memberikan US$ 845 juta (sekitar Rp 12 triliun) kepada WHO tahun lalu. Hal itu menyebabkan ancaman yang disampaikan oleh Washington tidak bisa dianggap enteng.
Resolusi itu akhirnya disahkan dengan dukungan AS, tetapi hanya setelah pemerintah Rusia menunjukkan penggunaan yang dimodifikasi.
Lucy Sullivan selaku Direktur Eksekutif Lembaga 1.000 Days, sebuah kelompok internasional yang bekerja untuk meningkatkan gizi pada bayi dan balita, mengatakan di Twitter bahwa intervensi pemerintahan Donald Trump sebagai "kesehatan masyarakat versus keuntungan pribadi".
"Apa yang dipertaruhkan: menyusui menyelamatkan wanita dan kehidupan anak-anak. Tapi, ini juga buruk untuk bisnis susu formula global (dan susu) yang bernilai miliaran dolar," tulis 1.000 Days di Twitter.
"Apa yang terjadi sama saja dengan pemerasan, dengan AS menahan sandera dunia dan mencoba membatalkan hampir 40 tahun konsensus tentang cara terbaik untuk melindungi kesehatan bayi dan balita," demikian llanjutan kicauan terkait.
Berdasarkan kode internal WHO, perusahaan susu formula dilarang untuk secara eksplisit menargetkan ibu dan pengasuh kesehatan mereka. Iklan mereka juga harus dikontrol dengan ketat, agar tidak menyalahi anjuran ibu menyusui.
Simak video pilihan berikut:
Menggunakan Metode Agresif
Sementara itu, The Guardian bersama dengan lembaga pemerhati anak Save the Children, menemukan pada awal tahun ini, bahwa perusahaan susu formula menggunakan metode agresif untuk mengitari peraturan dalam menekan ibu dan profesional perawatan kesehatan, agar memilih susu bubuk daripada menyusui dengan ASI.
Langkah-langkah itu diterapkan secara intensif di wilayah-wilayah termiskin di dunia, di mana sebagian besar pertumbuhan dalam bisnis susu formula bayi sekarang terkonsentrasi.
Dalam sebuah unggahan di Facebook, Senator dari kubu Demokrat Bernie Sanders menulis: "Inilah yang dimaksud dengan oligarki. Ini adalah keserakahan yang tidak terkendali. Inilah yang dimaksud dengan sistem politik yang korup."
"Dedikasi kejujuran pemerintahan Trump terhadap keuntungan perusahaan, dan penghinaan mereka terhadap kesehatan dan kesejahteraan orang Amerika, dan orang-orang di seluruh dunia sungguh luar biasa," lanjutnya.
Sebuah penelitian di Harvard University pada tahun 2016 memperkirakan, bahwa 3.340 kematian prematur per tahun di antara ibu dan bayi di AS, dapat dicegah dengan pemberian ASI yang cukup.
Industri susu formula telah berjuang melawan penjualan stagnan dalam beberapa tahun terakhir, di mana raksasa produsennya terkonsentrasi di AS dan Eropa.
Salah satu raksasa produsen susu formula, Abbot Laboratories, diketahui merupakan salah satu yang berkontribusi cukup besar dalam pelatikan Donald Trump sebagai presiden AS ke-45 pada awal 2017 lalu.
Advertisement