Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pelajar SMK dan SMA di Jakarta mendeklarasikan Pelajar Anti Kekerasan di Gedung Sanggar Prativi, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Selasa sore (15/10/2019).
Di deklarasi ini, para pelajar mendeklarasikan enam poin kesadaran diri sebagai pelajar Indonesia. Di antaranya siap bergandeng tangan membangun dan menyebarkan budaya serta etika kesopanan dan kedisiplinan dalam berdemokrasi, menolak segala bentuk kekerasan dan anarkisme, serta mendukung diambilnya jalur hukum berupa Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menyelesaikan masalah penolakan terhadap berbagai macam undang-undang dan rancangan undang-undang.
Advertisement
Keterlibatan para pelajar di ajang demonstrasi menjadi perhatian banyak kalangan lantaran usia mereka yang belum matang untuk berpolitik. Beberapa pelajar yang tidak ikut aksi umumnya berfikir kegiatan itu tidak ada manfaatnya bagi mereka. Sehingga dari pada sekedar ikut-ikutan mereka lebih memilih untuk melakukan kegiatan positif lainnya.
"Saya sempat diajak, tapi saya tolak. Jadi saya tidak ikut aksi kemarin, karena menurut saya tidak ada gunanya. Lebih baik saya membantu ibu berdagang", ujar Mohammad Fajar Ramadhan (16), siswa SMK Cilincing 1 jurusan Teknik Permesinan.
Suratno, dosen Universitas Paramadina yang juga aktifis Lakspedam PBNU menyatakan, keterlibatan pelajar dalam aksi demonstrasi memunculkan dua fenomena, yakni fenomena demokratisasi dimana kalangan pelajar mulai memiliki semangat terlibat dalam proses demokrasi dan fenomena adanya mobilisasi pelajar yang rentan disusupi kepentingan tertentu.
"Para pelajar perlu mendapatkan pemahaman dan pencerahan mengenai jalur konstitusional Judicial Review dan mengedepankan untuk menyampaikan aspirasi tanpa kekerasan," ujarnya.
Sekolah dan tenaga pendidik juga sangat berperan dalam memberika arahan kepada anak didik untuk bisa secara bijaksana dan dewasa dalam mengikuti kegiatan sosialnya. Sebab bagaimanapun belajar adalah kewajiban utama.
Para pelajar, walaupun pelajar juga tidak menjadi menara gading (apatis), sehingga bisa merespon apa yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Peran serta keberadaan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) seharusnya juga dihidupkan kembali dibawah koordinator Kementerian Pendidikan agar para siswa memiliki wadah organisasi yang kuat dan tepat.
"Keterlibatan pelajar STM/SMA dalam demonstrasi menolak RUU kemarin masih logis, namun mobilisasi yang terjadi tak lepas dari pesatnya perkembangan media sosial", ujar Suratno.
Ketua PW PII Jakarta Anja Hawai Fasya yang hadir di acara tersebut menyatakan dukungannya terhadap deklarasi pelajar anti kekerasan. Bahkan pihaknya mendorong Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk segera mengusut tuntas pihak-pihak yang menunggangi aksi pelajar kemarin.
"Kami dari PII berusaha mengadvokasi pelajar, terutama dalam menolak politisasi pelajar. Dan dalam rangka pelantikan Preaiden kami ingin para pelajar ikut menyukseskan acara tersebut," jelas Anja.